Ketua Pengurus Pusat (PP) Lembaga Pendidikan Ma’arif NU H Zainal Arifin
Junaidi menilai potret pendidikan nasional belum mampu menghasilkan
negarawan dan pemimpin berintegritas. Buktinya, hingga tahun 2014
pendidikan Indonesia telah menghasilkan ribuan koruptor.
“Pendidikan
kita tidak lebih baik dari pendidikan zaman penjajah Belanda yang mampu
melahirkan pemimpin seperti Soekarno, Moh Hatta, KH.Wahid Hasyim,
Syahrir, ST Alisyahbana, Soetomo dan lain sebagainya,” katanya dalam
halaqah pendidikan yang diselenggarakan PC LP Ma’arif NU Kudus di Aula
MANU Banat Kudus, Kamis (15/5).
Ia menyebut Indonesia adalah
negara yang tingkat korupsinya terbesar nomor dua di dunia dengan para
pelakunya adalah orang-orang terdidik. “Tidak ada yang korupsi itu
tamatan SMP atau SMA, semuanya sarjana. Pak Mahfud (mantan ketua
Mahkamah Konstitusi, red) bilang 16 dari 33 gubernur di Indonesia
terkena kasus korupsi,” ujar Arifin.
Lebih lanjut, Arifin
mengatakan bahwa menurut data BPS pada semester pendidikan juga
menghasilkan tujuh juta pengangguran terdidik. Bahkan menurut Human
Development Index, pendidikan nasional telah mengantarkan daya saing
sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia berada pada peringkat 124.
“Artinya,
pendidikan kita tidak menghasilkan SDM yang tidak kompetitif, tidak
memiliki daya saing dan tidak siap berkompetisi dengan negara tetangga.
Indonesia itu masih kalah dengan sengapura, Malaisia maupun Brunei
Darussalm,” terangnya.
Ada Kesenjangan
Hal
lain, menurutnya, pendidikan telah mendorong generasi muda untuk tidak
berpikir pertanian dan kelautan sebagai sektor strategis pembangunan.
Ini akibat dari orientasi pendidikan yang salah arah, tidak selaras
dengan visi ketahanan pangan nasional. Akibatnya, saat ini jumlah lahan
pertanian yang dikelola masyarakat mengalami penyusutan ekstrem.
Ia
menambahkan, pendidikan juga turut mendorong terjadinya tingkat
kesenjangan yang tinggi antara penduduk miskin dan kaya. Kekayaan negara
hanya dikuasai segelintir orang dengan perbandingan 80 persen kekayaan
yang ada di kuasai 1 persen penduduk dan sisanya 20 persen dimiliki oleh
99 persen.
Lebih jauh, Arifin memaparkan pendidikan nasional
masih mengalami kegagalan dalam menanamkan penghayatan norma pada diri
peserta didik. Akhir-akhir ini, kata dia, berbagai media menyuguhkan
pemberitaan pelanggaran norma baik agama atau susila yang dilakukan oleh
para peserta didik seperti kekerasan remaja, kasus narkoba dan
pergaulan bebas dikalangan anak didik.
“Harusnya, pendidikan
yang mereka peroleh di madrasah atau sekolah bisa membentenginya dari
pengaruh negatif lingkungan, karena di sanalah diajarkan norma agama dan
susila. Tetapi kenyataannya ini masih jauh dari yang diharapkan,” papar
Arifin.
Melihat kondisi demikian, PP LP Ma’arif telah merumuskan
desain pendidikan masa depan yang mengarah pada pendidikan yang
memajukan budi pekerti dan pendidikan berorientasi pada peningkatan
kompetensi peserta didik.
“Upaya ini dalam upaya mencari jalan keluar guna mempersiapkan sumber daya manusia menuju tahun 2030,” tegas Arifin.
Pagi
hari sebelum halaqoh, Arifin sempat memberikan ceramah di hadapan wali
murid pada acara pelepasan siswi kelas XII MANU Banat Kudus tahun ajaran
2013/2014 di tempat madrasah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar