Wakil Gubernur Jawa Timur Saifulah Yusuf meresmikan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSDA) di kampus setempat, Senin.
"Semoga
dengan peresmian ini, Unusda dapat memajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan di Jatim dan menjadi kampus yang terbaik, bergengsi, dan
berkualitas," katanya di Sidoarjo, Senin.
Sebelumnya (1/8),
Mendikbud Mohammad Nuh menyerahkan Surat Keputusan (SK) operasional
untuk universitas yang beralamat di Jalan Monginsidi, Sidoarjo. SK itu
diserahkan Mendikbud kepada Rais Syuriyah PCNU Sidoarjo KH Rofik Siradj
di Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo.
Penyerahan SK operasional itu
dihadiri Dirjen Kemdikbud Prof Ir Yazidie, Wakil Gubernur Saifullah
Yusuf, Bupati Sidoarjo Syaiful Illah, Wakil Bupati Hadi Sucipto, dan
sejumlah pengurus PCNU Sidoarjo.
"Untuk menjadi kampus yang
berkualitas dan bisa diterima oleh masyarakat tidaklah mudah, karena
lembaga pendidikan yang baru ini harus memiliki ciri khas dari kampus
lain supaya dapat bersaing secara baik," kata Wagub Jatim dalam
peresmian itu.
Menurut dia, ada tiga syarat supaya Unusda bisa
menjadi kampus yang besar, bergengsi dan berkualitas. Pertama, harus
memiliki pemimpin yang baik dan amanah terhadap tugas serta memiliki
tanggung jawab memajukan Unusda.
"Pemimpinnya tidak boleh malas
karena jika pemimpinnya malas, maka manajerial kepemimpinannya yang
jelek akan berdampak terhadap kinerja tenaga pengajar hingga ke
mahasiswanya," katanya.
Kedua, kampus harus memiliki sarana
infrastruktur yang baik. "Ini artinya, sarana dan prasarana kampus harus
ditunjang dengan gedung dan fasilitas yang representatif, supaya
mahasiswa dapat belajar dan menempuh pendidikan secara maksimal,"
katanya.
Ketiga, Unusda harus memiliki tenaga pengajar seperti
dosen yang berkualitas dan saat ini banyak sumber daya manusia dari
Nahdlatul Ulama yang memiliki kompetensi dan keahlian untuk memberikan
ilmunya kepada mahasiswa.
"Dosennya harus lebih baik dan
berkualitas, jangan memilih dosen yang malas dan tidak kredibel. Hal
tersebut semata-mata dilakukan untuk meningkatkan kemajuan universitas,"
katanya.
Sementara itu, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mengatakan
dengan diresmikannya Unusda bisa meningkatkan pendidikan dan daya saing
generasi muda untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
"Masyarakat
harus memiliki kepedulian untuk terus mengembangkan Unusda. Tanpa
dukungan dari seluruh elemen masyarakat, mustahil Unusda dapat
berkembang lebih jauh. Semoga lulusan Unusda kelak dapat menjadi
pemimpin-pemimpin daerah dan pemimpin bangsa lahir dari kampus ini,"
katanya. (antara/mukafi niam)
Rabu, 06 Agustus 2014
Jangan Ikut-Ikutan Mendukung ISIS!
Rais Syuriyah PBNU KH Hasyim Muzadi menyerukan kepada warga nahdliyin
dan umat Islam Indonesia agar tidak ikut-ikutan mendukung gerakan Negara
Islam di Irak dan Syuriah (ISIS) dan sekaligus tidak membuat perpecahan
di kalangan kaum muslimin.
"Sebagai sesama muslim saya mengimbau akar kaum muslimin indonesia tidak termakan dan terprovokasi terhadap isu isis di Iraq dan Syria of Islamic State (ISIS) yang belakangan ini masuk di indonesia," katanya di Jakarta, Senin (4/8/2014).
Menurutnya, ISIS adalah fenomena Islam di Timur Tengah yang kondisinya tidak sama dengan Indonesia. "Kehati-hatian ini perlu karena selama musim reformasi ini telah terbentuk embrio-embrio kekuatan garis keras radikal baik yang bergerak melalui gerakan massa, melalui gerakan yang masuk ke sistem keindonesiaan maupun yang menggunakan cara teror," terang Mantan Ketua Umum PBNU.
Menurutnya, apabila embrio radikalitas ini diolah dengan bumbu isu ISIS atau perpecahan pasca pilpres, pasti meningkatkan kadar radikalitas dan kekerasan dalam gerakan transnasional yang membahayakan keselamatan kaum muslimin Indonesia dan sekaligus membayakan keutuhan NKRI .
"Lebih baik kita sebagai kaum muslimin berbuat melakukan strategi yang islami dan yang indonesiawi dari pada kita mengaku "kelompok paling Islam", namun menghalalkan "segala cara" karena merasa untuk kepentingan kelompoknya yang "paling islami" itu. Padahal yang demikian itu tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah," jelasnya.
Menghalalkan segala cara, kata Hasyim, bukanlah ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah. "Yang pernah ada dalam sejarah adalah kelompok Khawarij yang boleh merusak apa saja yang bertentangan dengan kemauannya. Sekarang ini, ajaran tersebut menjelma dalam berbagai bentuk gerakan pengrusakan dengan segala manifentasinya," papar pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini.
"Dan apabila antar-kelompok kaum muslimin sampai bentrok, itulah saatnya kekuatan asing akan masuk dan merusak Islam dan Indonesia . Waspadalah," tambahnya. (Ahmad Millah/Abdullah Alawi)
"Sebagai sesama muslim saya mengimbau akar kaum muslimin indonesia tidak termakan dan terprovokasi terhadap isu isis di Iraq dan Syria of Islamic State (ISIS) yang belakangan ini masuk di indonesia," katanya di Jakarta, Senin (4/8/2014).
Menurutnya, ISIS adalah fenomena Islam di Timur Tengah yang kondisinya tidak sama dengan Indonesia. "Kehati-hatian ini perlu karena selama musim reformasi ini telah terbentuk embrio-embrio kekuatan garis keras radikal baik yang bergerak melalui gerakan massa, melalui gerakan yang masuk ke sistem keindonesiaan maupun yang menggunakan cara teror," terang Mantan Ketua Umum PBNU.
Menurutnya, apabila embrio radikalitas ini diolah dengan bumbu isu ISIS atau perpecahan pasca pilpres, pasti meningkatkan kadar radikalitas dan kekerasan dalam gerakan transnasional yang membahayakan keselamatan kaum muslimin Indonesia dan sekaligus membayakan keutuhan NKRI .
"Lebih baik kita sebagai kaum muslimin berbuat melakukan strategi yang islami dan yang indonesiawi dari pada kita mengaku "kelompok paling Islam", namun menghalalkan "segala cara" karena merasa untuk kepentingan kelompoknya yang "paling islami" itu. Padahal yang demikian itu tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah," jelasnya.
Menghalalkan segala cara, kata Hasyim, bukanlah ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah. "Yang pernah ada dalam sejarah adalah kelompok Khawarij yang boleh merusak apa saja yang bertentangan dengan kemauannya. Sekarang ini, ajaran tersebut menjelma dalam berbagai bentuk gerakan pengrusakan dengan segala manifentasinya," papar pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini.
"Dan apabila antar-kelompok kaum muslimin sampai bentrok, itulah saatnya kekuatan asing akan masuk dan merusak Islam dan Indonesia . Waspadalah," tambahnya. (Ahmad Millah/Abdullah Alawi)
Hukum Menikahi Perempuan Hamil di Luar Nikah
Kalau ada perempuan hamil di luar nikah, memang tidak lantas terjadi
gempa bumi. Hanya saja gunjingan mulut di kalangan masyarakat tidak bisa
didisiplinkan. Masyarakat tidak peduli hamil di luar nikah karena
keajaiban seperti Siti Maryam AS atau sebagaimana beberapa kasus yang
terdengar di telinga masyarakat. Maklum saja, gunjingan ini bisa
dibilang sanksi sosial sebagai kontrol dari masyarakat.
Kalau sudah begini, lazimnya pihak orang tua langsung mengawinkan anaknya yang hamil di luar nikah itu. Mereka tidak mau ikut menanggung aib dan gunjing tetangga sebelum kandungan anaknya membesar. Mereka ingin kehadiran seorang menantu saat persalinan anaknya. Usai persalinan? Apa peduli.
Perempuan hamil di luar nikah berbeda dengan perempuan hamil dalam masa iddah atau ditinggal mati suaminya. Untuk mereka yang hamil dalam masa iddah atau ditinggal mati suami, pernikahan mereka tidak sah. Mereka boleh menikah lagi setelah melahirkan dan habis masa nifas.
Sedangkan perempuan hamil di luar nikah, tidak memiliki iddah. Karena, masa iddah hanya milik mereka yang menikah. Jadi pernikahan perempuan hamil di luar nikah tetap sah. Demikian diterangkan Syekh M Nawawi Banten dalam karyanya, Qutul Habibil Gharib, Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib.
ولو نكح حاملا من زنا، صح نكاحه قطعا، وجاز له وطؤها قبل وضعه على الأصح
Artinya, kalau seorang pria menikahi perempuan yang tengah hamil karena zina, maka akad nikahnya secara qath’i sah. Menurut pendapat yang lebih shahih, ia juga tetap boleh menyetubuhi istrinya selama masa kehamilan.
Meskipun demikian, Islam secara keras mengharamkan persetubuhan di luar nikah. Hamil, tidak hamil, atau dicegah hamil sekalipun. Karena, perbuatan keji ini dapat merusak pelbagai aspek. Jangan sampai ada lagi bayi-bayi suci teronggok bersama lalat dan sampah. Wallahu A’lam. (Alhafiz K)
Kalau sudah begini, lazimnya pihak orang tua langsung mengawinkan anaknya yang hamil di luar nikah itu. Mereka tidak mau ikut menanggung aib dan gunjing tetangga sebelum kandungan anaknya membesar. Mereka ingin kehadiran seorang menantu saat persalinan anaknya. Usai persalinan? Apa peduli.
Perempuan hamil di luar nikah berbeda dengan perempuan hamil dalam masa iddah atau ditinggal mati suaminya. Untuk mereka yang hamil dalam masa iddah atau ditinggal mati suami, pernikahan mereka tidak sah. Mereka boleh menikah lagi setelah melahirkan dan habis masa nifas.
Sedangkan perempuan hamil di luar nikah, tidak memiliki iddah. Karena, masa iddah hanya milik mereka yang menikah. Jadi pernikahan perempuan hamil di luar nikah tetap sah. Demikian diterangkan Syekh M Nawawi Banten dalam karyanya, Qutul Habibil Gharib, Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib.
ولو نكح حاملا من زنا، صح نكاحه قطعا، وجاز له وطؤها قبل وضعه على الأصح
Artinya, kalau seorang pria menikahi perempuan yang tengah hamil karena zina, maka akad nikahnya secara qath’i sah. Menurut pendapat yang lebih shahih, ia juga tetap boleh menyetubuhi istrinya selama masa kehamilan.
Meskipun demikian, Islam secara keras mengharamkan persetubuhan di luar nikah. Hamil, tidak hamil, atau dicegah hamil sekalipun. Karena, perbuatan keji ini dapat merusak pelbagai aspek. Jangan sampai ada lagi bayi-bayi suci teronggok bersama lalat dan sampah. Wallahu A’lam. (Alhafiz K)
Jumat, 16 Mei 2014
Pendidikan Nasional Belum Hasilkan Pemimpin Berintegritas
Ketua Pengurus Pusat (PP) Lembaga Pendidikan Ma’arif NU H Zainal Arifin
Junaidi menilai potret pendidikan nasional belum mampu menghasilkan
negarawan dan pemimpin berintegritas. Buktinya, hingga tahun 2014
pendidikan Indonesia telah menghasilkan ribuan koruptor.
“Pendidikan kita tidak lebih baik dari pendidikan zaman penjajah Belanda yang mampu melahirkan pemimpin seperti Soekarno, Moh Hatta, KH.Wahid Hasyim, Syahrir, ST Alisyahbana, Soetomo dan lain sebagainya,” katanya dalam halaqah pendidikan yang diselenggarakan PC LP Ma’arif NU Kudus di Aula MANU Banat Kudus, Kamis (15/5).
Ia menyebut Indonesia adalah negara yang tingkat korupsinya terbesar nomor dua di dunia dengan para pelakunya adalah orang-orang terdidik. “Tidak ada yang korupsi itu tamatan SMP atau SMA, semuanya sarjana. Pak Mahfud (mantan ketua Mahkamah Konstitusi, red) bilang 16 dari 33 gubernur di Indonesia terkena kasus korupsi,” ujar Arifin.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan bahwa menurut data BPS pada semester pendidikan juga menghasilkan tujuh juta pengangguran terdidik. Bahkan menurut Human Development Index, pendidikan nasional telah mengantarkan daya saing sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia berada pada peringkat 124.
“Artinya, pendidikan kita tidak menghasilkan SDM yang tidak kompetitif, tidak memiliki daya saing dan tidak siap berkompetisi dengan negara tetangga. Indonesia itu masih kalah dengan sengapura, Malaisia maupun Brunei Darussalm,” terangnya.
Ada Kesenjangan
Hal lain, menurutnya, pendidikan telah mendorong generasi muda untuk tidak berpikir pertanian dan kelautan sebagai sektor strategis pembangunan. Ini akibat dari orientasi pendidikan yang salah arah, tidak selaras dengan visi ketahanan pangan nasional. Akibatnya, saat ini jumlah lahan pertanian yang dikelola masyarakat mengalami penyusutan ekstrem.
Ia menambahkan, pendidikan juga turut mendorong terjadinya tingkat kesenjangan yang tinggi antara penduduk miskin dan kaya. Kekayaan negara hanya dikuasai segelintir orang dengan perbandingan 80 persen kekayaan yang ada di kuasai 1 persen penduduk dan sisanya 20 persen dimiliki oleh 99 persen.
Lebih jauh, Arifin memaparkan pendidikan nasional masih mengalami kegagalan dalam menanamkan penghayatan norma pada diri peserta didik. Akhir-akhir ini, kata dia, berbagai media menyuguhkan pemberitaan pelanggaran norma baik agama atau susila yang dilakukan oleh para peserta didik seperti kekerasan remaja, kasus narkoba dan pergaulan bebas dikalangan anak didik.
“Harusnya, pendidikan yang mereka peroleh di madrasah atau sekolah bisa membentenginya dari pengaruh negatif lingkungan, karena di sanalah diajarkan norma agama dan susila. Tetapi kenyataannya ini masih jauh dari yang diharapkan,” papar Arifin.
Melihat kondisi demikian, PP LP Ma’arif telah merumuskan desain pendidikan masa depan yang mengarah pada pendidikan yang memajukan budi pekerti dan pendidikan berorientasi pada peningkatan kompetensi peserta didik.
“Upaya ini dalam upaya mencari jalan keluar guna mempersiapkan sumber daya manusia menuju tahun 2030,” tegas Arifin.
Pagi hari sebelum halaqoh, Arifin sempat memberikan ceramah di hadapan wali murid pada acara pelepasan siswi kelas XII MANU Banat Kudus tahun ajaran 2013/2014 di tempat madrasah tersebut.
“Pendidikan kita tidak lebih baik dari pendidikan zaman penjajah Belanda yang mampu melahirkan pemimpin seperti Soekarno, Moh Hatta, KH.Wahid Hasyim, Syahrir, ST Alisyahbana, Soetomo dan lain sebagainya,” katanya dalam halaqah pendidikan yang diselenggarakan PC LP Ma’arif NU Kudus di Aula MANU Banat Kudus, Kamis (15/5).
Ia menyebut Indonesia adalah negara yang tingkat korupsinya terbesar nomor dua di dunia dengan para pelakunya adalah orang-orang terdidik. “Tidak ada yang korupsi itu tamatan SMP atau SMA, semuanya sarjana. Pak Mahfud (mantan ketua Mahkamah Konstitusi, red) bilang 16 dari 33 gubernur di Indonesia terkena kasus korupsi,” ujar Arifin.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan bahwa menurut data BPS pada semester pendidikan juga menghasilkan tujuh juta pengangguran terdidik. Bahkan menurut Human Development Index, pendidikan nasional telah mengantarkan daya saing sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia berada pada peringkat 124.
“Artinya, pendidikan kita tidak menghasilkan SDM yang tidak kompetitif, tidak memiliki daya saing dan tidak siap berkompetisi dengan negara tetangga. Indonesia itu masih kalah dengan sengapura, Malaisia maupun Brunei Darussalm,” terangnya.
Ada Kesenjangan
Hal lain, menurutnya, pendidikan telah mendorong generasi muda untuk tidak berpikir pertanian dan kelautan sebagai sektor strategis pembangunan. Ini akibat dari orientasi pendidikan yang salah arah, tidak selaras dengan visi ketahanan pangan nasional. Akibatnya, saat ini jumlah lahan pertanian yang dikelola masyarakat mengalami penyusutan ekstrem.
Ia menambahkan, pendidikan juga turut mendorong terjadinya tingkat kesenjangan yang tinggi antara penduduk miskin dan kaya. Kekayaan negara hanya dikuasai segelintir orang dengan perbandingan 80 persen kekayaan yang ada di kuasai 1 persen penduduk dan sisanya 20 persen dimiliki oleh 99 persen.
Lebih jauh, Arifin memaparkan pendidikan nasional masih mengalami kegagalan dalam menanamkan penghayatan norma pada diri peserta didik. Akhir-akhir ini, kata dia, berbagai media menyuguhkan pemberitaan pelanggaran norma baik agama atau susila yang dilakukan oleh para peserta didik seperti kekerasan remaja, kasus narkoba dan pergaulan bebas dikalangan anak didik.
“Harusnya, pendidikan yang mereka peroleh di madrasah atau sekolah bisa membentenginya dari pengaruh negatif lingkungan, karena di sanalah diajarkan norma agama dan susila. Tetapi kenyataannya ini masih jauh dari yang diharapkan,” papar Arifin.
Melihat kondisi demikian, PP LP Ma’arif telah merumuskan desain pendidikan masa depan yang mengarah pada pendidikan yang memajukan budi pekerti dan pendidikan berorientasi pada peningkatan kompetensi peserta didik.
“Upaya ini dalam upaya mencari jalan keluar guna mempersiapkan sumber daya manusia menuju tahun 2030,” tegas Arifin.
Pagi hari sebelum halaqoh, Arifin sempat memberikan ceramah di hadapan wali murid pada acara pelepasan siswi kelas XII MANU Banat Kudus tahun ajaran 2013/2014 di tempat madrasah tersebut.
NU: Islam Diamalkan, Negara Dipertahankan, Ukhuwah Disebarkan
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, di Indonesia ulama
berperan besar dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Ketika terjadi huru-hara, pemberontakan politik, atau kerusuhan
lainnya, posisi ulama selalu menjadi garda terdepan.
"Ulama Indonesia berperan persatukan dan rekonsiliasi masyarakat yang sangat beragam ini," katanya saat menghadiri acara pelantikan Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Depok di Masjid Kubah Emas, Depok, Jawa Barat, Kamis (15/5).
Menurut alumni Universitas Ummul Qura yang akrab disapa Kang Said ini, NU merupakan wadah masyarakat yang menjalankan fungsi keagamaan dan kebangsaan. Ia menambahkan, hanya ada dua kepentingan NU, yakni mengamalkan dan mendakwahkan Islam, dan mempertahankan negara Indonesia selamat, utuh, dan tak ada perang saudara.
"Islam tak usah dipolitikkan. Suku apapun, agama apapun, kalau salah harus dihukum, itu negara hukum. Bagi NU, agama Islam diamalkan, negara dipertahankan, ukhuwah islamiyah disebarkan. Harus punya komitmen bersama menjaga persatuan dan kesatuan tanah air, keutuhan NKRI. (Hal ini) sama pentingnya dengan mengamalkan agama Islam," tuturnya. Seperti Negara Madinah
“Soal komitmen bernegara, Indonesia hampir mirip negara Madinah yang didirikan Rasulullah 15 abad silam. Memang sejarah inilah yang dijadikan landasan NU membangun negeri ini. Jelas berbeda sekali dengan negara Islam lainnya. Soal komitmen bernegara, mereka harus belajar kepada kita,” ujar Kiai Said bangga.
Said Aqil mencontohkan, Afghanistan 100 persen agamanya Islam, 99 persen Sunni, thariqahnya Naqsyabandiy, 1 persen Syiah. Tapi perang terus tiada henti. Padahal Islam semua. Sebabnya, mereka tidak mempunyai komitmen membangun kekuatan dan persatuan Tanah Air. “Somalia di Afrika Timur 100 persen agamanya Islam, 100 persen Sunni. Syiah nggak ada. Tapi, sama saja perang terus. Bahkan, negara ini kini bangkrut dan menjadi negara gagal,” ujarnya.
Angkatan laut Somalia, tambah Kiai Said, kini justru menjadi bajak laut yang merompak kapal-kapal yang lewat negaranya. Mereka juga tidak memiliki komitmen bersama untuk memperjuangkan persatuan dan kesatuan tanah air.
“Oleh karena itu, bagi NU sekali lagi keutuhan NKRI, keutuhan negara sama pentingnya dengan mengamalkan agama. Artinya, ketika kita mengamalkan agama Islam dalam rangka mempersatukan Tanah Air dan demikian sebaliknya,” tegas Said.
Kang Said mengatakan, NU sejak dulu masuk di dalam sendi-sendi seluruh unsur masyarakat. "Karena NU ini bukan parpol, bukan di bawah pemerintah, bukan birokrasi. NU milik masyarakat. NU ada di tentara, polisi, birokrat, profesi, ulama, itu masyarakat namanya,” jelasnya.
Acara pelantikan pengurus PCNU Depok periode 2013-2018 dihadiri ratusan ulama dan ribuan warga NU Depok. Tampak hadir pula Rais Syuriah PWNU Jawa Barat KH. Asep Burhanuddin, dan pejabat pemerintahan setempat.
"Ulama Indonesia berperan persatukan dan rekonsiliasi masyarakat yang sangat beragam ini," katanya saat menghadiri acara pelantikan Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Depok di Masjid Kubah Emas, Depok, Jawa Barat, Kamis (15/5).
Menurut alumni Universitas Ummul Qura yang akrab disapa Kang Said ini, NU merupakan wadah masyarakat yang menjalankan fungsi keagamaan dan kebangsaan. Ia menambahkan, hanya ada dua kepentingan NU, yakni mengamalkan dan mendakwahkan Islam, dan mempertahankan negara Indonesia selamat, utuh, dan tak ada perang saudara.
"Islam tak usah dipolitikkan. Suku apapun, agama apapun, kalau salah harus dihukum, itu negara hukum. Bagi NU, agama Islam diamalkan, negara dipertahankan, ukhuwah islamiyah disebarkan. Harus punya komitmen bersama menjaga persatuan dan kesatuan tanah air, keutuhan NKRI. (Hal ini) sama pentingnya dengan mengamalkan agama Islam," tuturnya. Seperti Negara Madinah
“Soal komitmen bernegara, Indonesia hampir mirip negara Madinah yang didirikan Rasulullah 15 abad silam. Memang sejarah inilah yang dijadikan landasan NU membangun negeri ini. Jelas berbeda sekali dengan negara Islam lainnya. Soal komitmen bernegara, mereka harus belajar kepada kita,” ujar Kiai Said bangga.
Said Aqil mencontohkan, Afghanistan 100 persen agamanya Islam, 99 persen Sunni, thariqahnya Naqsyabandiy, 1 persen Syiah. Tapi perang terus tiada henti. Padahal Islam semua. Sebabnya, mereka tidak mempunyai komitmen membangun kekuatan dan persatuan Tanah Air. “Somalia di Afrika Timur 100 persen agamanya Islam, 100 persen Sunni. Syiah nggak ada. Tapi, sama saja perang terus. Bahkan, negara ini kini bangkrut dan menjadi negara gagal,” ujarnya.
Angkatan laut Somalia, tambah Kiai Said, kini justru menjadi bajak laut yang merompak kapal-kapal yang lewat negaranya. Mereka juga tidak memiliki komitmen bersama untuk memperjuangkan persatuan dan kesatuan tanah air.
“Oleh karena itu, bagi NU sekali lagi keutuhan NKRI, keutuhan negara sama pentingnya dengan mengamalkan agama. Artinya, ketika kita mengamalkan agama Islam dalam rangka mempersatukan Tanah Air dan demikian sebaliknya,” tegas Said.
Kang Said mengatakan, NU sejak dulu masuk di dalam sendi-sendi seluruh unsur masyarakat. "Karena NU ini bukan parpol, bukan di bawah pemerintah, bukan birokrasi. NU milik masyarakat. NU ada di tentara, polisi, birokrat, profesi, ulama, itu masyarakat namanya,” jelasnya.
Acara pelantikan pengurus PCNU Depok periode 2013-2018 dihadiri ratusan ulama dan ribuan warga NU Depok. Tampak hadir pula Rais Syuriah PWNU Jawa Barat KH. Asep Burhanuddin, dan pejabat pemerintahan setempat.
Ahmad Dhani Didaulat Kembalikan Kejayaan NU di Bidang Seni
Musisi Ahmad Dhani, Jumat (16/4/2014) malam, resmi dilantik menjadi
salah satu Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama
(Lesbumi NU). Dhani diberi tugas untuk mengembalikan kejayaan NU melalui
seni.
“Bismillahirrahmannirrahim, malam ini saudara ustadz Ahmad Dhani resmi saya lantik menjadi salah satu Ketua Lesbumi NU,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, sambil menyematkan pin NU di kemeja Ahmad Dhani.
Pelantikan Ahmad Dhani sebagai bagian dari kepengurusan di PBNU bersamaan dengan tasyakur hari lahir NU ke-91 tahun yang dilaksanakan malam ini.
Dalam acara yang dikemas santai dengan diawali makan malam di Lantai 3 Gedung PBNU tersebut, Kiai Said dalam sambutannya meminta Dhani bisa mengembalikan kejayaan NU melalui jalur seni.
“Dulu NU memiliki seniman-seniman handal. Ada Asrul Sani, Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, dan masih banyak lagi. Nah Mas Dhani ini seniman yang hebat, semoga keikutsertaannya dalam NU bisa mengembalikan kejayaan NU di bidang seni,” urai Kiai Said.
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faisal, di kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya yang menginisiasi ditariknya Ahmad Dhani dalam kepengurusan Lesbumi NU.
“Komunitas Mas Dhani ini sangat luas, semuanya seniman-seniman hebat, baik yang sudah eksis maupun yang sekarang sedang dibibit untuk dimunculkan nanti. Saya berharap mereka semua bisa ikut memperjuangkan Islam yang santun ala NU,” harap Helmy.
Ahmad Dhani sendiri mengaku senang bisa secara resmi menjadi bagian keluarga besar NU.
“Kakek saya dulu seorang TNI yang dekat dengan Kartosuwiryo, Islamnya garis keras. Nah saya sekarang ingin ada di Islam yang santun, dan Alhamdulillah, di sini tempat yang tepat,” ujar Dhani.
Dhani mengaku akan berusaha keras melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya. “Islam di Indonesia ini mengikuti NU. Kalau NU-nya bagus, Islam di Indonesia akan bagus. Saya akan berusaha amanah, melaksanakan apa yang ditugaskan ke saya dengan sebaik-baiknya,” pungkasnya.
“Bismillahirrahmannirrahim, malam ini saudara ustadz Ahmad Dhani resmi saya lantik menjadi salah satu Ketua Lesbumi NU,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, sambil menyematkan pin NU di kemeja Ahmad Dhani.
Pelantikan Ahmad Dhani sebagai bagian dari kepengurusan di PBNU bersamaan dengan tasyakur hari lahir NU ke-91 tahun yang dilaksanakan malam ini.
Dalam acara yang dikemas santai dengan diawali makan malam di Lantai 3 Gedung PBNU tersebut, Kiai Said dalam sambutannya meminta Dhani bisa mengembalikan kejayaan NU melalui jalur seni.
“Dulu NU memiliki seniman-seniman handal. Ada Asrul Sani, Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, dan masih banyak lagi. Nah Mas Dhani ini seniman yang hebat, semoga keikutsertaannya dalam NU bisa mengembalikan kejayaan NU di bidang seni,” urai Kiai Said.
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faisal, di kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya yang menginisiasi ditariknya Ahmad Dhani dalam kepengurusan Lesbumi NU.
“Komunitas Mas Dhani ini sangat luas, semuanya seniman-seniman hebat, baik yang sudah eksis maupun yang sekarang sedang dibibit untuk dimunculkan nanti. Saya berharap mereka semua bisa ikut memperjuangkan Islam yang santun ala NU,” harap Helmy.
Ahmad Dhani sendiri mengaku senang bisa secara resmi menjadi bagian keluarga besar NU.
“Kakek saya dulu seorang TNI yang dekat dengan Kartosuwiryo, Islamnya garis keras. Nah saya sekarang ingin ada di Islam yang santun, dan Alhamdulillah, di sini tempat yang tepat,” ujar Dhani.
Dhani mengaku akan berusaha keras melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya. “Islam di Indonesia ini mengikuti NU. Kalau NU-nya bagus, Islam di Indonesia akan bagus. Saya akan berusaha amanah, melaksanakan apa yang ditugaskan ke saya dengan sebaik-baiknya,” pungkasnya.
Peringatan Harlah Ke-91 NU Dihadiri Kedubes Mancanegara
Peringatan hari lahir ke-91 Nahdlatul Ulama 16 Rajab 1435 H berlangsung
meriah dengan kehadiran para petinggi kedutaan besar (kedubes) dari
berbagai negara, seperti Yaman, Suriah, Turki, Iran, Pakistan, dan
Kazakhstan.
Dengan khidmat para perwakilan negara luar tersebut mengikuti jalannya acara hingga selesai. Sebelum mendengarkan pidato Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, mereka bersama Nahdliyin yang hadir melantunkan bacaan tahlil, shalawat Badar, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Ahlan wasahlan bi hudhurikum (selamat datang)!” tutur KH Said Aqil Siroj yang juga ditujukan kepada sejumlah pejabat pemerintahan, utusan ormas Islam, perwakilan keluarga pendiri NU, jajaran pengurus badan otonom NU, dan warga NU yang datang di gedung PBNU, Jakarta, Jumat (16/5) malam ini.
Pada kesempatan itu, pria yang akrab disapa Kang Said itu merasa bersyukur atas pertumbuhan NU hingga menjelang satu abad. Dia menyadari diusia yang ke-91, selain meraih kemajuan juga menghadapi sejumlah tantangan.
“Usia yang cukup tua. Maklum karena tua jasanya banyak, meskipun penyakitnya juga banyak. Tapi kalau sakit gigi enggak apa-apalah, asal jangan sampai stroke,” kelakarnya disambut tawa hadirin.
Kang Said berharap, ke depan NU dapat berkontribusi lebih besar. Mendekati momentum pemilu presiden, ia menilai sumbangsih NU tidak terletak pada banyaknya suara yang diberikan melainkan kemampuan menjaga stabilitas negara dan masyarakat secara umum.
Dengan khidmat para perwakilan negara luar tersebut mengikuti jalannya acara hingga selesai. Sebelum mendengarkan pidato Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, mereka bersama Nahdliyin yang hadir melantunkan bacaan tahlil, shalawat Badar, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Ahlan wasahlan bi hudhurikum (selamat datang)!” tutur KH Said Aqil Siroj yang juga ditujukan kepada sejumlah pejabat pemerintahan, utusan ormas Islam, perwakilan keluarga pendiri NU, jajaran pengurus badan otonom NU, dan warga NU yang datang di gedung PBNU, Jakarta, Jumat (16/5) malam ini.
Pada kesempatan itu, pria yang akrab disapa Kang Said itu merasa bersyukur atas pertumbuhan NU hingga menjelang satu abad. Dia menyadari diusia yang ke-91, selain meraih kemajuan juga menghadapi sejumlah tantangan.
“Usia yang cukup tua. Maklum karena tua jasanya banyak, meskipun penyakitnya juga banyak. Tapi kalau sakit gigi enggak apa-apalah, asal jangan sampai stroke,” kelakarnya disambut tawa hadirin.
Kang Said berharap, ke depan NU dapat berkontribusi lebih besar. Mendekati momentum pemilu presiden, ia menilai sumbangsih NU tidak terletak pada banyaknya suara yang diberikan melainkan kemampuan menjaga stabilitas negara dan masyarakat secara umum.
HARLAH KE-91 NU PBNU Luncurkan Ensiklopedia NU Empat Jilid
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meluncurkan “Ensiklopedia NU”
bersamaan dengan puncak acara peringatan hari lahirnya yang ke-91, Jumat
(16/5) malam. Ensiklopedia tersebut terdiri dari empat jilid yang
mengulas, di antaranya, nama-nama tokoh, tradisi, kelembagaan, budaya,
dan momen bersejarah NU.
Prosesi peluncuran ditandai dengan penyerahan keempat jilid ensiklopedia oleh ketua tim penulis yang juga Ketua PBNU H Imam Azis, kepada Katib Aam PBNU KH Malik Madani. Turut mendampingi Kiai Malik Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, Waketum PBNU H Asad Said Ali, Sekjen PBNU H Marsudi Syuhud, dan Bendum PBNU H Bina Suhendra.
Penulisan Ensiklopedia NU ini selesai setelah melalui proses selama kurang lebih tiga tahun dengan melibatkan sejumlah sejarahwan, aktivis muda, pelaku sejarah, kiai, budayawan, dan lain sebagainya.
“Terima kasih kepada Pak Imam Azis sebagai ketua tim atas kerja kerasnya yang luar biasa sehingga karya ini rampung,” kata ketua panitia Harlah Ke-91 NU, KH Masyhuri Malik dalam sambutan sesaat sebelum peluncuran.
Meski telah diluncurkan, PBNU menyadari masih terbukanya kemungkinan penerbitan kembali sejumlah revisi ensiklopedia ini. Perbaikan dilakukan melalui penamabahan entri, data, atau lainnya, setelah menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak.
Prosesi peluncuran ditandai dengan penyerahan keempat jilid ensiklopedia oleh ketua tim penulis yang juga Ketua PBNU H Imam Azis, kepada Katib Aam PBNU KH Malik Madani. Turut mendampingi Kiai Malik Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, Waketum PBNU H Asad Said Ali, Sekjen PBNU H Marsudi Syuhud, dan Bendum PBNU H Bina Suhendra.
Penulisan Ensiklopedia NU ini selesai setelah melalui proses selama kurang lebih tiga tahun dengan melibatkan sejumlah sejarahwan, aktivis muda, pelaku sejarah, kiai, budayawan, dan lain sebagainya.
“Terima kasih kepada Pak Imam Azis sebagai ketua tim atas kerja kerasnya yang luar biasa sehingga karya ini rampung,” kata ketua panitia Harlah Ke-91 NU, KH Masyhuri Malik dalam sambutan sesaat sebelum peluncuran.
Meski telah diluncurkan, PBNU menyadari masih terbukanya kemungkinan penerbitan kembali sejumlah revisi ensiklopedia ini. Perbaikan dilakukan melalui penamabahan entri, data, atau lainnya, setelah menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak.
Minggu, 23 Februari 2014
Dicari: Keunggulan Budaya
Ada sebuah prinsip yang selalu dikumandangkan oleh mereka yang
meneriakan kebesaran Islam: “Islam itu unggul, dan tidak dapat
diungguli (al-Islâm ya’lû wala yu’la alaihi).” Dengan pemahaman mereka sendiri, lalu mereka menolak apa yang dianggap sebagai “kekerdilan” Islam dan kejayaan orang lain.
Mereka lalu menolak peradaban-peradaban lain dengan menyerukan sikap
“mengunggulkan“ Islam secara doktriner. Pendekatan doktriner seperti
itu berbentuk pemujaan Islam terhadap “keunggulan” teknis
peradaban-peradaban lain. Dari sinilah lahir semacam klaim kebesaran
Islam dan kerendahan peradaban lain, karena memandang Islam secara
berlebihan dan memandang peradaban lain lebih rendah.
Dari “keangkuhan budaya” seperti itu, lahirlah sikap otoriter yang hanya membenarkan diri sendiri dan menggangap orang atau peradaban lain sebagai yang bersalah atas kemunduran peradaban lainnya. Akibat dari pandangan itu, segala macam cara dapat dipergunakan kaum muslim untuk mempertahankan keunggulan Islam. Kemudian lahir semacam sikap yang melihat kekerasan sebagai satu-satunya cara “mempertahankan Islam”. Dan lahirlah terorisme dan sikap radikal demi “kepentingan” Islam.
Mereka tidak mengenal ketentuan hukum Islam/fiqh bahwa orang Islam diperkenankan menggunakan kekerasan hanya jika diusir dari kediaman mereka (idzâ ukhrijû min diyârihim). Selain alasan tersebut itu tidak diperkenankan menggunakan kekerasan terhadap siapapun, walau atas dasar keunggulan pandangan Islam. Sesuai dengan ungkapan di atas maka jelas, mereka salah memahami Islam, ketika memaahami bahwa kaum muslimin diperkenankan menggunakan kekerasan atas kaum lain. Inilah yang dimaksudkan oleh kitab suci al-Qur’ân dengan ungkapan “Tiap kelompok bersikap bangga atas milik sendiri (kullu hizbin bimâ ladaihim farihûn)” (QS al-Mu’minûn [23]: 54). Kalau sikap itu dicerca oleh al-Qur’ân, berarti juga dicerca oleh Rasul-Nya.
***
Jelaslah sikap Islam dalam hal ini, yaitu tidak mengangap rendah peradaban orang lain. Bahkan Islam mengajukan untuk mencari keunggulan dari orang lain sebagai bagian dari pengembangannya. Untuk mencapai keunggulan itu Nabi bersabda “carilah ilmu hingga ke tanah Tiongkok (utlubû al-ilmâ walau bî al-shîn).” Bukankah hingga saat ini pun ilmu-ilmu kajian keagamaan Islam telah berkembang luas di kawasan tersebut? Dengan demikian, Nabi mengharuskan kita mencarinya ke mana-mana. Ini berarti kita tidak boleh apriori terhadap siapapun, karena ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang terdapat di mana-mana. Bahkan teknologi maju yang kita gunakan adalah hasil ikutan (spend off) dari teknologi ruang angkasa yang dirintis dan dibuat di bumi ini. Dengan demikian, teknologi antariksa juga menghasilkan hal-hal yang berguna bagi kehidupan kita sehari- hari. Pengertian “longgar” seperi inilah yang dikehendaki kitab suci al-Qur’ân dan Hadits.
Lalu adakah “kelebihan teknis” orang-orang lain atas kaum muslimin yang dapat dianggap sebagai “kekalahan” umat Islam? Tidak, karena amal perbuatan kaum muslimin yang ikhlas kepada agama mereka memiliki sebuah nilai lebih. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Al-Qur’an: “Dan orang yang menjadikan selain Islam sebagai agama, tak akan diterima amal perbuatannya di akhirat. Dan ia adalah orang yang merugi (wa man yabtaghi ghaira Islâmi dînan falan yuqbala minhu wa huwa fil âkhirati minal khâsirîn)” (QS Ali Imran [3]:85). Dari kitab suci ini dapat diartikan bahwa Allah tidak akan menerima amal perbuatan seorang non-muslim, tetapi di dalam kehidupan sehari-hari kita tidak boleh memandang rendah kerja siapapun.
Sebenarnya pengertian kata “diterima di akhirat” berkaitan dengan keyakinan agama dan dengan demikian memiliki kualitas tersendiri. Sedangkan pada tataran duniawi perbuatan itu tidak tersangkut dengan keyakinan agama, melainkan “secara teknis” membawa manfaat bagi manusia lain. Jadi manfaat dari setiap perbuatan dilepaskan oleh Islam dari keyakinan agama dan sesuatu yang secara teknis memiliki kegunaan bagi manusia diakui oleh Islam. Namun, dimensi “penerimaan” dari sudut keyakinan agama memiliki nilainya sendiri. Pengislaman perbuatan kita justru tidak tergantung dari nilai “perbuatan teknis” semata, karena antara dunia dan akhirat memiliki dua dimensi yang berbeda satu dari yang lain.
***
Dengan demikian, jelas peradaban Islam memiliki keunggulan budaya dari sudut penglihatan Islam sendiri, karena ada kaitannya dengan keyakinan keagamaan. Kita diharuskan mengembangkan dua sikap hidup yang berlainan. Di satu pihak, kaum muslimin harus mengusahakan agar Islam -sebagai agama langit yang terakhir- tidak tertinggal, minimal secara teoritik. Tetapi di pihak lain kaum muslimin diingatkan untuk melihat juga dimensi keyakinan agama dalam menilai hasil budaya sendiri. Ini juga berarti Islam menolak tindak kekerasan untuk mengejar ketertinggalan “teknis” tadi. Walaupun kita menggunakan kekerasan berlipat-lipat kalau memang secara budaya kita tidak memiliki pendorong ke arah kemajuan, maka kaum muslimin akan tetap tertinggal di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian keunggulan atau ketertinggalan budaya Islam tidak terkait dengan penguasaan “kekuatan politik”, melainkan dari kemampuan budaya sebuah masyarakat muslim untuk memelihara kekuatan pendorong ke arah kemajuan, teknologi dan ilmu pengetahuan.
Kita tidak perlu berkecil hati melihat “kelebihan” orang lain, karena hal itu hanya akibat belaka dari kemampuan budaya mereka mendorong munculnya hal-hal baru yang bersifat “teknis”. Di sinilah letak pentingnya dari apa yang oleh Samuel Huntington disebut sebagai “perbenturan budaya (clash of civilizations)”. Perbenturan ini secara positif harus dilihat sebagai perlombaan antar budaya, jadi bukanlah sesuatu yang harus dihindari.
***
Beberapa tahun lalu penulis diminta oleh Yomiuri Shimbun, harian berbahasa Jepang terbitan Tokyo dan terbesar di dunia dengan oplah 11 juta lembar tiap hari, untuk berdiskusi dengan Profesor Huntington, bersama-sama dengan Chan Heng Chee (dulu Direktur Lembaga Kajian Asia-Tenggara di Singapura dan sekarang Dubes negeri itu untuk Amerika Serikat) dan Profesor Aoki dari Universitas Osaka. Dalam diskusi di Tokyo itu, penulis menyatakan kenyataan yang terjadi justru bertentangan dengan teori “perbenturan budaya” yang dikemukakan Huntington. Justru sebaliknya ratusan ribu warga muslimin dari seluruh dunia belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri-negeri Barat tiap tahunnya, yang berarti di kedua bidang itu kaum muslim saat ini tengah mengadopsi (mengambil) dari budaya Barat.
Nah, keyakinan agama Islam mengarahkan mereka agar menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mereka kembangkan dari negeri-negeri Barat untuk kepentingan kemanusiaan, bukannya untuk kepentingan diri sendiri. Pada waktunya nanti, sikap ini akan melahirkan kelebihan budaya Islam yang mungkin tidak dimiliki orang lain: “kebudayaan yang tetap berorientasi melestarikan perikemanusiaan, dan tetap melanjutkan misi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Kalau perlu harus kita tambahkan pelestarian akhlak yang sekarang merupakan kesulitan terbesar yang dihadapi umat manusia di masa depan, seperti terbukti dengan penyebaran AIDS di seluruh dunia, termasuk di negeri-negeri muslim.
*) Dikutip dari Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, 2006 (Jakarta: The Wahid Institute). Tulisan ini pernah dimuat di harian Duta Masyarakat, 5 Juli 2003.
Dari “keangkuhan budaya” seperti itu, lahirlah sikap otoriter yang hanya membenarkan diri sendiri dan menggangap orang atau peradaban lain sebagai yang bersalah atas kemunduran peradaban lainnya. Akibat dari pandangan itu, segala macam cara dapat dipergunakan kaum muslim untuk mempertahankan keunggulan Islam. Kemudian lahir semacam sikap yang melihat kekerasan sebagai satu-satunya cara “mempertahankan Islam”. Dan lahirlah terorisme dan sikap radikal demi “kepentingan” Islam.
Mereka tidak mengenal ketentuan hukum Islam/fiqh bahwa orang Islam diperkenankan menggunakan kekerasan hanya jika diusir dari kediaman mereka (idzâ ukhrijû min diyârihim). Selain alasan tersebut itu tidak diperkenankan menggunakan kekerasan terhadap siapapun, walau atas dasar keunggulan pandangan Islam. Sesuai dengan ungkapan di atas maka jelas, mereka salah memahami Islam, ketika memaahami bahwa kaum muslimin diperkenankan menggunakan kekerasan atas kaum lain. Inilah yang dimaksudkan oleh kitab suci al-Qur’ân dengan ungkapan “Tiap kelompok bersikap bangga atas milik sendiri (kullu hizbin bimâ ladaihim farihûn)” (QS al-Mu’minûn [23]: 54). Kalau sikap itu dicerca oleh al-Qur’ân, berarti juga dicerca oleh Rasul-Nya.
***
Jelaslah sikap Islam dalam hal ini, yaitu tidak mengangap rendah peradaban orang lain. Bahkan Islam mengajukan untuk mencari keunggulan dari orang lain sebagai bagian dari pengembangannya. Untuk mencapai keunggulan itu Nabi bersabda “carilah ilmu hingga ke tanah Tiongkok (utlubû al-ilmâ walau bî al-shîn).” Bukankah hingga saat ini pun ilmu-ilmu kajian keagamaan Islam telah berkembang luas di kawasan tersebut? Dengan demikian, Nabi mengharuskan kita mencarinya ke mana-mana. Ini berarti kita tidak boleh apriori terhadap siapapun, karena ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang terdapat di mana-mana. Bahkan teknologi maju yang kita gunakan adalah hasil ikutan (spend off) dari teknologi ruang angkasa yang dirintis dan dibuat di bumi ini. Dengan demikian, teknologi antariksa juga menghasilkan hal-hal yang berguna bagi kehidupan kita sehari- hari. Pengertian “longgar” seperi inilah yang dikehendaki kitab suci al-Qur’ân dan Hadits.
Lalu adakah “kelebihan teknis” orang-orang lain atas kaum muslimin yang dapat dianggap sebagai “kekalahan” umat Islam? Tidak, karena amal perbuatan kaum muslimin yang ikhlas kepada agama mereka memiliki sebuah nilai lebih. Hal itu dinyatakan sendiri oleh Al-Qur’an: “Dan orang yang menjadikan selain Islam sebagai agama, tak akan diterima amal perbuatannya di akhirat. Dan ia adalah orang yang merugi (wa man yabtaghi ghaira Islâmi dînan falan yuqbala minhu wa huwa fil âkhirati minal khâsirîn)” (QS Ali Imran [3]:85). Dari kitab suci ini dapat diartikan bahwa Allah tidak akan menerima amal perbuatan seorang non-muslim, tetapi di dalam kehidupan sehari-hari kita tidak boleh memandang rendah kerja siapapun.
Sebenarnya pengertian kata “diterima di akhirat” berkaitan dengan keyakinan agama dan dengan demikian memiliki kualitas tersendiri. Sedangkan pada tataran duniawi perbuatan itu tidak tersangkut dengan keyakinan agama, melainkan “secara teknis” membawa manfaat bagi manusia lain. Jadi manfaat dari setiap perbuatan dilepaskan oleh Islam dari keyakinan agama dan sesuatu yang secara teknis memiliki kegunaan bagi manusia diakui oleh Islam. Namun, dimensi “penerimaan” dari sudut keyakinan agama memiliki nilainya sendiri. Pengislaman perbuatan kita justru tidak tergantung dari nilai “perbuatan teknis” semata, karena antara dunia dan akhirat memiliki dua dimensi yang berbeda satu dari yang lain.
***
Dengan demikian, jelas peradaban Islam memiliki keunggulan budaya dari sudut penglihatan Islam sendiri, karena ada kaitannya dengan keyakinan keagamaan. Kita diharuskan mengembangkan dua sikap hidup yang berlainan. Di satu pihak, kaum muslimin harus mengusahakan agar Islam -sebagai agama langit yang terakhir- tidak tertinggal, minimal secara teoritik. Tetapi di pihak lain kaum muslimin diingatkan untuk melihat juga dimensi keyakinan agama dalam menilai hasil budaya sendiri. Ini juga berarti Islam menolak tindak kekerasan untuk mengejar ketertinggalan “teknis” tadi. Walaupun kita menggunakan kekerasan berlipat-lipat kalau memang secara budaya kita tidak memiliki pendorong ke arah kemajuan, maka kaum muslimin akan tetap tertinggal di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian keunggulan atau ketertinggalan budaya Islam tidak terkait dengan penguasaan “kekuatan politik”, melainkan dari kemampuan budaya sebuah masyarakat muslim untuk memelihara kekuatan pendorong ke arah kemajuan, teknologi dan ilmu pengetahuan.
Kita tidak perlu berkecil hati melihat “kelebihan” orang lain, karena hal itu hanya akibat belaka dari kemampuan budaya mereka mendorong munculnya hal-hal baru yang bersifat “teknis”. Di sinilah letak pentingnya dari apa yang oleh Samuel Huntington disebut sebagai “perbenturan budaya (clash of civilizations)”. Perbenturan ini secara positif harus dilihat sebagai perlombaan antar budaya, jadi bukanlah sesuatu yang harus dihindari.
***
Beberapa tahun lalu penulis diminta oleh Yomiuri Shimbun, harian berbahasa Jepang terbitan Tokyo dan terbesar di dunia dengan oplah 11 juta lembar tiap hari, untuk berdiskusi dengan Profesor Huntington, bersama-sama dengan Chan Heng Chee (dulu Direktur Lembaga Kajian Asia-Tenggara di Singapura dan sekarang Dubes negeri itu untuk Amerika Serikat) dan Profesor Aoki dari Universitas Osaka. Dalam diskusi di Tokyo itu, penulis menyatakan kenyataan yang terjadi justru bertentangan dengan teori “perbenturan budaya” yang dikemukakan Huntington. Justru sebaliknya ratusan ribu warga muslimin dari seluruh dunia belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri-negeri Barat tiap tahunnya, yang berarti di kedua bidang itu kaum muslim saat ini tengah mengadopsi (mengambil) dari budaya Barat.
Nah, keyakinan agama Islam mengarahkan mereka agar menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mereka kembangkan dari negeri-negeri Barat untuk kepentingan kemanusiaan, bukannya untuk kepentingan diri sendiri. Pada waktunya nanti, sikap ini akan melahirkan kelebihan budaya Islam yang mungkin tidak dimiliki orang lain: “kebudayaan yang tetap berorientasi melestarikan perikemanusiaan, dan tetap melanjutkan misi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Kalau perlu harus kita tambahkan pelestarian akhlak yang sekarang merupakan kesulitan terbesar yang dihadapi umat manusia di masa depan, seperti terbukti dengan penyebaran AIDS di seluruh dunia, termasuk di negeri-negeri muslim.
*) Dikutip dari Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, 2006 (Jakarta: The Wahid Institute). Tulisan ini pernah dimuat di harian Duta Masyarakat, 5 Juli 2003.
Kamis, 13 Februari 2014
Peringatan Harlah NU Jombang Tegaskan Kesetiaan terhadap Tradisi dan NKRI
Di Jombang Jawa Timur, sejumlah kegiatan akan diselenggarakan untuk
memperingati kepada hari lahir (Harlah) NU ke-88 tahun. Di antara
kegiatan tersebut adalah apel kesetiaan terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), pentas seni hadrah serta bakti sosial.
Ketua panitia Harlah PCNU Jombang H M Fadlulloh Malik menyampaikan hal itu kepada NU Online, Rabu (12/2). Pria yang akrab disapa Gus Fadlulloh ini mengatakan, harlah NU yang akan diperingati di Jombang kemungkinan hampir sama dengan di tempat lain.
"Yang lebih ditekankah adalah komitmen menjaga tradisi dan khidmat kepada masyarakat serta kebulatan tekad untuk menjaga keutuhan negeri," ungkapnya.
Komitmen terhadap tradisi antara lain diwujudkan dengan pementasan kesenian Ishari atau Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia yang berbaur dengan hadrah dan shalawat al-Banjari.
"Sedangkan komitmen kepada NKRI diwujudkan dengan apel kesetiaan di Alun-alun Jombang yang dihadiri para aktivis lembaga, badan otonom serta lajnah di kepengurusan NU," ungkap salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ini.
Kegiatan kemasyarakatan juga menjadi rangkaian harlah. "Pelaksanaannya di Rumah Sakit Nahdlatul Ulama Jombang," katanya.
Ribuan santunan untuk anak yatim dan piatu serta pengobatan gratis kepada masyarakat sekitar direncanakan menjadi bagian dari rangkaian kegiatan ini.
Puncak kegiatan akan ditutup dengan pengajian umum di masjid kebanggaan kota santri di barat Alun-alun. Gus Fadlulloh atas nama panitia sangat berharap kegiatan yang akan dilangsungkan antara tanggal 15 hingga 16 Maret mendatang mampu berjalan suskses.
"Kegiatan diharapkan juga sebagai media konsolidasi simpul NU di berbagai kekuatan," pungkasnya.
Ketua panitia Harlah PCNU Jombang H M Fadlulloh Malik menyampaikan hal itu kepada NU Online, Rabu (12/2). Pria yang akrab disapa Gus Fadlulloh ini mengatakan, harlah NU yang akan diperingati di Jombang kemungkinan hampir sama dengan di tempat lain.
"Yang lebih ditekankah adalah komitmen menjaga tradisi dan khidmat kepada masyarakat serta kebulatan tekad untuk menjaga keutuhan negeri," ungkapnya.
Komitmen terhadap tradisi antara lain diwujudkan dengan pementasan kesenian Ishari atau Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia yang berbaur dengan hadrah dan shalawat al-Banjari.
"Sedangkan komitmen kepada NKRI diwujudkan dengan apel kesetiaan di Alun-alun Jombang yang dihadiri para aktivis lembaga, badan otonom serta lajnah di kepengurusan NU," ungkap salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ini.
Kegiatan kemasyarakatan juga menjadi rangkaian harlah. "Pelaksanaannya di Rumah Sakit Nahdlatul Ulama Jombang," katanya.
Ribuan santunan untuk anak yatim dan piatu serta pengobatan gratis kepada masyarakat sekitar direncanakan menjadi bagian dari rangkaian kegiatan ini.
Puncak kegiatan akan ditutup dengan pengajian umum di masjid kebanggaan kota santri di barat Alun-alun. Gus Fadlulloh atas nama panitia sangat berharap kegiatan yang akan dilangsungkan antara tanggal 15 hingga 16 Maret mendatang mampu berjalan suskses.
"Kegiatan diharapkan juga sebagai media konsolidasi simpul NU di berbagai kekuatan," pungkasnya.
Islam di Nusantara Disebarkan Wali Songo, Bukan Saudagar
Berbagai literatur keliru ketika menyebutkan kalangan saudagar berjasa
menyebarkan Islam di Nusantara. Namun, kekeliruan itu diyakini banyak
orang hingga kini. Padahal, saat itu hanya kalangan Brahmana yang boleh
berbicara tentang agama, bukan saudagar.
Pasalnya, kata Agus Sunyoto saat bedah Atlas Wali Songo di Universitas Muria Kudus, Selasa (11/2), saat itu spiritualitas ditentukan sejauh mana seseorang melepas diri dari keduniawian. Maka saudagar yang kesehariannya berkelindan dengan urusan dunia, tidak mungkin bisa menyebarkan agama.
“Selama tujuh abad di Nusantara, Islam tidak dapat berkembang. Hal ini terjadi sejak abad ketujuh. Sedangkan Wali Songo mampu menyebarkan Islam secara luas hanya karena memiliki relasi dengan kaum Brahmana,” terang Agus di hadapan hadirin bedah buku.
Bedah buku yang digelar sebagai penutup rangkaian Festival Maulid ini, menghadirkan keturunan Sunan Kalijaga Agus Hermawan sebagai narasumber. Diskusi ini dimoderatori aktivis-jurnalis Rosyidi.
Peserta diskusi berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, aktivis PMII, santri pesantren, dan beberapa dosen. Diskusi ini disiarkan langsung oleh Radio Buana Kartika NU Kudus. (Istachiyah/Alhafiz K)
Pasalnya, kata Agus Sunyoto saat bedah Atlas Wali Songo di Universitas Muria Kudus, Selasa (11/2), saat itu spiritualitas ditentukan sejauh mana seseorang melepas diri dari keduniawian. Maka saudagar yang kesehariannya berkelindan dengan urusan dunia, tidak mungkin bisa menyebarkan agama.
“Selama tujuh abad di Nusantara, Islam tidak dapat berkembang. Hal ini terjadi sejak abad ketujuh. Sedangkan Wali Songo mampu menyebarkan Islam secara luas hanya karena memiliki relasi dengan kaum Brahmana,” terang Agus di hadapan hadirin bedah buku.
Bedah buku yang digelar sebagai penutup rangkaian Festival Maulid ini, menghadirkan keturunan Sunan Kalijaga Agus Hermawan sebagai narasumber. Diskusi ini dimoderatori aktivis-jurnalis Rosyidi.
Peserta diskusi berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, aktivis PMII, santri pesantren, dan beberapa dosen. Diskusi ini disiarkan langsung oleh Radio Buana Kartika NU Kudus. (Istachiyah/Alhafiz K)
Jumat, 31 Januari 2014
Kemenag Putuskan Biaya Nikah Seragam
Sekjen Kementerian Agama (Kemenag) Bahrul Hayat berharap masalah tarif
nikah segera selesai pada pertengahan Februari dan kementerian cenderung
memilih opsi tarif tunggal untuk biaya menikah.
Kemenag tidak memilih opsi multi tarif karena hal itu berpotensi menimbulkan kecurigaan terhadap penghulu menerima gratifikasi, kata Bahrul Hayat di Jakarta, Kamis, seusai membuka seminar nasional pendidikan dengan tema Membumikan Kurikulum 2013 dan Karakter Ahlak Mulia.
Tarif tunggal untuk nikah, kata Bahrul, menetapkan tarif yang diberikan pemerintah kepada penghulu yang besarannya sama untuk seluruh wilayah Indonesia.
Kemenag menetapkan sebesar Rp600 ribu per pernikahan. Sedangkan opsi multi tarif besarannya bervariasi tergantung lokasi, waktu, dan tempat perhelatan pernikahan.
Polemik biaya nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) sempat mengemuka karena penghulu dianggap menerima gratifikasi.
Sebelumnya penghulu se-Indonesia telah melakukan audiensi dengan Menteri Agama Suryadharma Ali pada akhir Desember 2013 di Jakarta terkait regulasi penghulu menghadiri pernikahan di luar KUA. Saat itu mereka minta agar Kemenag segera mengeluarkan regulasi biaya nikah yang akan menjadi payung hukum bagi KUA dalam pelayanan nikah.
Namun mengingat wilayah geografis Indonesia di tiap daerah berbeda, berbukit dan jauh, termasuk wilayah kepulauan, tentu faktor itu menjadi perhatian. Tarifnya akan disesuaikan dan jika ada tambahan transportasi tentu harus ada penggantian. (antara/mukafi niam)
Kemenag tidak memilih opsi multi tarif karena hal itu berpotensi menimbulkan kecurigaan terhadap penghulu menerima gratifikasi, kata Bahrul Hayat di Jakarta, Kamis, seusai membuka seminar nasional pendidikan dengan tema Membumikan Kurikulum 2013 dan Karakter Ahlak Mulia.
Tarif tunggal untuk nikah, kata Bahrul, menetapkan tarif yang diberikan pemerintah kepada penghulu yang besarannya sama untuk seluruh wilayah Indonesia.
Kemenag menetapkan sebesar Rp600 ribu per pernikahan. Sedangkan opsi multi tarif besarannya bervariasi tergantung lokasi, waktu, dan tempat perhelatan pernikahan.
Polemik biaya nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) sempat mengemuka karena penghulu dianggap menerima gratifikasi.
Sebelumnya penghulu se-Indonesia telah melakukan audiensi dengan Menteri Agama Suryadharma Ali pada akhir Desember 2013 di Jakarta terkait regulasi penghulu menghadiri pernikahan di luar KUA. Saat itu mereka minta agar Kemenag segera mengeluarkan regulasi biaya nikah yang akan menjadi payung hukum bagi KUA dalam pelayanan nikah.
Namun mengingat wilayah geografis Indonesia di tiap daerah berbeda, berbukit dan jauh, termasuk wilayah kepulauan, tentu faktor itu menjadi perhatian. Tarifnya akan disesuaikan dan jika ada tambahan transportasi tentu harus ada penggantian. (antara/mukafi niam)
NU Tak Akan Berubah Radikal
Nahdlatul Ulama (NU) berkomitmen menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dari rongrongan pihak manapun, namun dengan
tetap mengedepankan sikap dan cara-cara yang moderat.
“NU tidak akan jadi radikal. Kita selalu moderat,” kata Wakil Ketua Umum PBNU Dr KH As’ad Said Ali saat memberikan pengarahan dalam Silaturrahmi Nasional dan Halaqah Majelis pendekar yang diadakan dalam rangkaian peringatan hari lahir atau Harlah ke-28 Pencak Silat NU Pagar Nusa di aula utama kantor PBNU Jakarta, Kamis (30/1).
Di hadapan Mejelis Pendekar dan para pengurus, As’ad mengingatkan bahwa yang utama dalam Pagar Nusa adalah olah spiritual, bukan olah fisik. “Yang fisik seperti dipertontonkan tadi (atraksi: Red) hanyalah kembangan saja,” katanya.
“Sekarang ini musimnya berkelahi. Sunni dan Syiah berkelahi. Tapi kita tidak perlu berkelahi. Tugas kita memang menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, namun kita tetap mengedepankan sikap moderat,” tambahnya.
Sesi pertama Halaqah Pagar Nusa juga dihadiri unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI), antara lain, Letjen TNI Iskandar MS dan Kolonel Kavaleri Agus Suharto. As’ad Said dalam kesempatan itu menyampaikan, NU dan TNI menjadi dua elemen bangsa yang paling gigih membela NKRI. “TNI dan TNU (tentara NU) selalu bekerjasama di luar sistem politik,” katanya. (Mahbib Khoiron)
“NU tidak akan jadi radikal. Kita selalu moderat,” kata Wakil Ketua Umum PBNU Dr KH As’ad Said Ali saat memberikan pengarahan dalam Silaturrahmi Nasional dan Halaqah Majelis pendekar yang diadakan dalam rangkaian peringatan hari lahir atau Harlah ke-28 Pencak Silat NU Pagar Nusa di aula utama kantor PBNU Jakarta, Kamis (30/1).
Di hadapan Mejelis Pendekar dan para pengurus, As’ad mengingatkan bahwa yang utama dalam Pagar Nusa adalah olah spiritual, bukan olah fisik. “Yang fisik seperti dipertontonkan tadi (atraksi: Red) hanyalah kembangan saja,” katanya.
“Sekarang ini musimnya berkelahi. Sunni dan Syiah berkelahi. Tapi kita tidak perlu berkelahi. Tugas kita memang menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, namun kita tetap mengedepankan sikap moderat,” tambahnya.
Sesi pertama Halaqah Pagar Nusa juga dihadiri unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI), antara lain, Letjen TNI Iskandar MS dan Kolonel Kavaleri Agus Suharto. As’ad Said dalam kesempatan itu menyampaikan, NU dan TNI menjadi dua elemen bangsa yang paling gigih membela NKRI. “TNI dan TNU (tentara NU) selalu bekerjasama di luar sistem politik,” katanya. (Mahbib Khoiron)
Langganan:
Postingan (Atom)