Kamis, 26 Desember 2013

Muktamar NU Ke-23 dan Pengakuan Soekarno

Oktober 1962, merupakan hari bersejarah bagi Indonesia. Salah satu daerahnya yang masih dikuasai Belanda, Irian Barat (Papua), akan segera kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah melalui sebuah perjuangan yang dikenal dengan sebutan Tri Komando Rakyat (Trikora).

Pada tahun itu pula, Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Muktamar ke-23 di Surakarta (Sala), yakni pada 24-29 Desember atau 29 Rajab-3 Sya’ban 1382 H. Muktamar tersebut menjadi spesial dengan hadirnya Presiden Soekarno, yang dalam pidatonya menyatakan bahwa keberhasilan kembalinya Irian Barat tersebut berkat kontribusi besar dari NU.

Ketika itu, Rais ‘Aam KH Wahab Hasbullah, yang juga menjabat di DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara), menyarankan beberapa hal kepada presiden; yang kemudian dikenal dengan istilah “Diplomasi Cancut Tali Wondo”, yakni upaya untuk menggalang kekuatan lahir dan batin di segala bidang.

Atas saran Kiai Wahab tersebut, kemudian lahirlah Trikora. Presiden Soekarno mengakui sumbangan besar dari NU tersebut. Soekarno menyatakannya pada saat berpidato di hadapan muktamirin di Solo:

Baik ditinjau dari sudut agama, nasionalisme, maupun sosialisme. NU memberi bantuan yang sebesar-besarnya. Malahan, ya memang benar, ini lho pak Wahab ini bilang sama saya waktu di DPA dibicarakan berunding apa tidak dengan Belanda mengenai Irian Barat, beliau mengatakan: jangan politik keling. Atas advis anggota DPA yang bernama Kiai Wahab Hasbullah itu, maka kita menjalankan Trikora dan berhasil saudara-saudara. Pada 1 Oktober bendera Belanda turun di Irian Barat diganti bendera UNTEA. Dan 1 Mei 1963, bendera satu-satunya di Irian Barat adalah Merah Putih”.* (Ajie Najmuddin)

Prabowo Puji Sikap NU Terkait WTO

Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto dalam kesempatan silaturrahim ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Selasa (17/12) kemarin memberikan apresiasi  terkait sikap NU atas pelaksanaan Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM WTO) ke-9 di Bali awal bulan kemarin.

Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu memuji sikap tegas PBNU untuk meminta pemerintah mempertimbangkan kembali keanggotaan Indonesia WTO karena dinilai merugikan kaum petani dan nelayan. “Saya kira NU satu-satunya ormas yang sangat tegas dalam membela kepentingan petani dan nelayan,” tuturnya.

Seperti diwartakan, PBNU memberikan teguran kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan Gita Wiryawan yang tidak mendukung sikap India dalam membela kepentingan petaninya. Pemerintah Indonesia bahkan dijadikan alat untuk melobi India agar menyepakati rancangan kesepakatan yang menguntungkan negara-negara maju.

PBNU dalam siaran pers yang disampaikan KH Abbas Mu’in lebih jauh bahkan menilai keanggotaan Indonesia di WTO selama ini lebih menguntungkan negara-negara dengan suprastruktur pertanian, teknologi dan jaringan yang kuat, dan merugikan negara berkembang seperti Indonesia. Karena itu PBNU meminta pemerintah RI mempertimbangkan keluar dari keanggotaan WTO.

Dalam forum itu Prabowo meyakinkan PBNU bahwa KTM WTO ke-9 di Bali tidak menghasilkan keputusan yang merugikan Indonesia. “Sehingga opsi NU agar Indonesia keluar dari WTO tidak perlu dipilih. Tapi saya memuji sikap NU dalam hal ini,” katanya.

Lebih lanjut, disampaikan Prabowo, partai yang dipimpinnya berkepentingan untuk berkonsultasi berkonsultasi dengan PBNU terkait berbagai persoalan bangsa.

“Sudah menjadi tradisi bagi partai Gerindra untuk melakukan konsultasi kepada ormas-ormas, termasuk NU. Apalagi sejumlah gagasan NU terkait persoalan bangsa sangat menginspirasi kami,” katanya didampingi para fungsionaris DPP Partai Gerindra.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam kesempatan itu menegaskan, warga Nahdliyin mendukung pemimpin yang tegas, pro petani, nelayan, dan bersih. “Siapapun dia,” katanya singkat. (A. Khoirul Anam)

PBNU Minta Pemerintah Tegas Lindungi Minoritas

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meminta pemerintah tegas dalam melindungi kelompok minoritas. Sejumlah persoalan keagamaan selama tahun 2013 masih terus bermunculan, yang mengganggu keharmonisan hubungan antar agama.

Pada Natal 2013 ini, Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi menggelar misa Natal di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta karena gereja karena masih adanya masalah terhadap keberadaan gereja mereka. Demikian pula, umat Islam yang menjadi minoritas di beberapa daerah juga mengalami kesulitan membangun masjid. Sementara umat diantara umat Islam sendiri menghadapi persoalan dengan aliran Syiah dan Ahmadiyah.

“PBNU berharap terjadinya hubungan keagamaan yang beradab dan toleran,” katanya di gedung PBNU, Kamis (26/12).
Menurut Kiai Said, jika umat Islam mampu menghargai dan melindungi minoritas, maka umat Islam sendiri akan mendapatkan simpati.

“Islam bukan sekedar soal akidah dan syariah, tetapi juga ada budaya, moral dan etika,” paparnya.


Tetapi jika umat Islam sendiri bersikap jumud, menggunakan cara-cara kekerasan, maka yang timbul adalah sikap antipati.

Ia menegaskan, dalam Al-Qur’an sendiri diperintahkan agar agama, nyawa dan martabat manusia dilindungi karena hal itu merupakan sesuatu yang suci, siapapun mereka. Jika kekerasan dilakukan oleh umat Islam, maka sama dengan mengotori kesucian umat Islam sendiri. (mukafi niam)

Jumat, 13 Desember 2013

Film Tokoh Lesbumi NU Hasil Restorasi Diluncurkan Hari Ini

Film Darah dan Do’a karya Ketua Umum Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Lesbumi NU pertama, almarhum H Usmar Ismail, hari ini Kamis (12/12) akan diluncurkan. Peluncuran dan kemudian pemutaran di kine forum Open Air Cinema (Misbar), Lapangan Futsal, Pintu Timur Laut, Seberang Gedung Pertamina, Monas, Jakarta Pusat mulai pukul 17.00 sampai dengan 22.00 WIB.

Peluncuran dan pemutaran film tersebut digelar Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kegiatan tersebut terangkai dalam kegiatan kineforum Dewan Kesenian Jakarta bekerjasama dengan Jakarta Biennale 2013 yang menyelenggarakan kineforum MISBAR.

Menurut rilis yang dikirim Dewan Kesenian Jakarta, Darah dan Do’a adalah film diproduksi dan disutradarai oleh orang Indonesia, serta lokasi pengambilan gambar yang sepenuhnya dilakukan di Indonesia.

Oleh karenanya hari pertama pengambilan gambar film ini, tanggal 30 Maret 1950, dirayakan sebagai Hari Film Nasional Indonesia. Hal itu diperkuat dengan Surat Keputusan Presiden BJ Habibie No. 25/1999, tentang Hari Film Nasional.

Proses restorasi (pengembalian atau pemulihan ke bentuk semula karena film tersebut sudah rusak) film ini pun sepenuhnya dilakukan di Indonesia, oleh bangsa Indonesia, dan merupakan film  pertama yang secara resmi direstorasi dengan fasilitasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (Abdullah Alawi)

Sistem Politik Neoliberal Jerat Orang Tua hingga Pemuda Korupsi

Sistem politik Neoliberal yang berkembang kini menjerat hampir semua kalangan dalam kejahatan korupsi. Dalam meraih, mempertahankan kekuasaan, mengamankan posisi, atau untuk sejumlah kepentingan, orang tua bahkan pemuda tidak segan menggunakan cara kotor itu.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H As‘ad Said Ali pada Refleksi Akhir Tahun Politik Kebangsaan di kantor ICIS, Jakarta, Kamis (12/12).

“Sistem politik saat ini telah melahirkan banyak koruptor,” As‘ad.

Mekanisme pemilihan umum, tambah As‘ad, amburadul. Demokrasi Neoliberal yang materialistis dan pragmatis menciptakan ketergantungan pemilihan umum pada modal. Ketergantungan seperti membuka lebar pintu kejahatan korupsi.

Money politik secara sistemik meluas di masyarakat. Mulai dari aparat negara yang bermain uang sampai anak muda zaman sekarang banyak yang korupsi,” tegasnya.

Dalam pemilu mendatang, perangkat informasi dan teknologi juga dapat dimainkan untuk melakukan kecurangan. Karenanya, DPT harus menjadi perhatian awal untuk menghindari kecurangan atau manipulasi data, imbuh As‘ad.

Selain itu, As'ad juga menyoroti konflik dan tumpang tindih kewenangan juga fungsi antara Bawaslu dan KPU. Ia mengimbau pihak terkait untuk menjernihkan persoalan keduanya. (Ahmad Millah/Alhafiz K)

Liberalisasi Politik Lahirkan Korupsi

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie menilai korupsi yang merajalela disebabkan oleh liberasasi politik yang diterapkan. Demokrasi liberal yang tidak beraturan sering dibajak dan disalahgunakan.

“Kenapa kebebasan dibajak? Karena tidak diimbangi oleh sistem hukum dan etika," terang Jimly  saat menjadi pembicara pada Refleksi Akhir Tahun Pekan Politik Kebangsaan di kantor ICIS, Jakarta, Kamis (12/12).

Demokrasi liberal, kata Jimly, menghasilkan adanya politik oligarki dan politik dinasti. Politik dinasti ini menghasilkan kesenjangan politik. Disparatis kaya-miskin juga semakin jauh.

Selama 15 tahun ini kita menikmati kebebasan yang ada untuk kepentingan diri-sendiri, ujarnya. Kondisi ini juga bisa dilihat dari inefisien demokrasi di Indonesia. Demokrasi bentuk ini menutup jalan untuk terpilihnya pemimpin yang berintegritas.

Karenanya, ia mengusulkan agar Lembaga Konstitusi dan Legislatif memperbaiki sistem demokrasi menjadi lebih efisien agar dapat mengurangi permasalahan Pemilu di Indonesia.

Pemilu Presiden dan Legislatif dilakukan secara bersamaan untuk menghindari terjadinya penyanderaan pemilu Presiden oleh hasil pemilu Legislatif. Pemilihan Gubernur dan Bupati cukup dipilih DPRD secara terbuka. Semua dilakukan untuk mengurangi biaya pemilu, imbuhnya.

Wakil kepala daerah, sambung Jimly, juga tak harus dipilih langsung sepaket dengan kepala daerah. Bila perlu ditiadakan. Karena, sering adanya konflik antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah.

Kepala daerah cukup satu periode saja karena terlalu berkuasanya calon-calon incumbent. Pendekatan kepemimpinan dan sistemnya perlu dilakukan untuk membenahi permasalahan pemilu saat ini.

Ia pun mengungkap perlu adanya GBHN sebagai pedoman arah bangsa Indonesia. Pemimpin harus memiliki sedikitnya 4 karakter; membangun sistem, memastikan sistem bekerja, mendidik lingkungannya untuk menjalankan sistem yang ada, dan menjadi role model atau contoh. (Ahmad Millah/Alhafiz K)

Mendesak, Temukan Zat Pengganti Enzim Babi dalam Vaksin

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak ahli obat (farmakolog) untuk segera menemukan zat lain sebagai pengganti beberapa enzim seperti enzim babi yang digunakan dalam pembuatan beberapa jenis vaksin seperti pada vaksin polio dan meningitis agar tidak meresahkan kaum Muslim.

"Segera temukan obat pengganti dari obat yang mengandung enzim tersebut (enzim babi), agar kita dan konsumen tidak terpaku pada keharaman obat," ujar Ketua MUI, Amidhan, kepada Antaradi Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan penggunaan enzim babi pada obat tertentu ini dilakukan karena belum ada penggantinya.

"Hanya segelintir obat yang bermasalah (mengandung enzim babi) seperti beberapa obat pengencer darah dan beberapa jenis vaksin hal ini karena hingga saat ini belum ditemukan pengganti enzim tersebut," ujar Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi IDI, Masfar Salim, di Kantor IDI, Jakarta Pusat, Kamis.

Menanggapi hal ini, Amidhan mengatakan pada saat terdesak boleh mengonsumsi obat yang mengandung enzim tersebut, namun harus dikaji terlebih dahulu, sehingga masyarakat diimbau untuk mengutamakan obat yang halal.

"Tidak boleh mengutamakan obat yang tidak halal untuk dikonsumsi," kata Amidhan. 

IDI juga mengatakan para dokter berusaha memberikan informasi pada pasien terkait adanya kandungan enzim yang tidak halal dalam obat sehingga pasien dapat mengambil keputusannya sendiri, meski begitu tidak semua dokter mengetahui secara pasti semua kandungan pada obat. 

"Kami menginformasikan dan memberikan pilihan pada pasien tapi tidak setiap dokter mengetahui secara pasti semua kandungan dalam obat yang akan diberikan, karena kami hanya meresepkan bukan pembuat obat," ungkap Masfar Salim.

Minimnya informasi halal yang tertera pada obat menyulitkan pihak dokter maupun konsumen dalam mengonsumsi sebuah obat. Hal ini pun diutarakan Masfar Salim yang merasa membutuhkan informasi tersebut. 

"Informasi obat itu lengkap cuma tidak ada halal atau haramnya, saya juga berharap kedepannya ada buku panduan yang menginfokan halal atau tidaknya suatu obat untuk para dokter," kata Masfar Salim. 

Masfar Salim juga menambahkan dengan adanya buku panduan para dokter dapat dengan pasti memberikan obat yang pasti pada pasien sesuai syariat agama Islam. (antara/mukafi niam)

Pangan, Energi, Pendapatan dan Belanja Negara Sektor Korupsi Terbesar

Ketua KPK Ambraham Samad menyebutkan sedikitnya 3 sektor korupsi terbesar di Indonesia. Ketiganya merupakan sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti sektor kedaulatan pangan, ketahanan energi dan lingkungan, dan sektor pendapatan dan belanja negara.

Dalam sektor pendapatan dan belanja negara, “Sebut saja bidang pajak dan pembengkakan anggaran belanja pemerintah,” kata Samad ketika menjadi pembicara pada Refleksi Akhir Tahun Pekan Politik Kebangsaan di kantor ICIS, Jakarta, Kamis (12/12).

Hal ini tergambarkan pada kondisi petani-petani di Indonesia yang memprihatinkan. Ada permainan kartel antara mafia dan aparatur pemerintah di sektor ekspor-impor pangan, kata Samad.

Masyarakat, lanjut Samad, diyakinkan para mafia itu untuk percaya bahwa negara perlu mengimpor bahan-bahan pangan. Padahal ketergantungan akan impor membuat sistem ketahanan pangan hancur.

Terkait ketahanan energi dan lingkungan, Samad mencontohkan korupsi di bidang energi migas dan pertambangan serta kehutanan. Pendapatan dari sumber energi tidak bisa dioptimalisasi karena terlalu banyak kebocoran.

Mineral dan batu bara banyak mengalami kebocoran. Sebanyak 50% perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya mineral dan batu bara tidak membayarkan royalti.

“Terhitung ribuan triliun dari hasil royalti," tandas Samad. (Ahmad Millah/Alhafiz K)

Indonesia Masih Dikuasai Orang Lama

Sistem demokrasi yang sedang berjalan tidak berdampak secara signifikan bagi perbaikan kehidupan bersama karena institusi dan pilar-pilar demokrasi “dibajak” oleh kekuatan oligarkis, yang dulu dilahirkan oleh rezim Orde Baru.

Demikian disampaikan Mh. Nurul Huda, aktivis muda NU, dalam diskusi politik bertajuk “Struktur Kekuasaan dan Penguatan Politik Rakyat” yang diselenggarakan oleh FKGMNU di aula PBNU, Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Jum’at (12/12).

Menurut Nurul Huda, sejak masa Orde Baru dan masih berlangsung hingga pasca saat ini, Indonesia dikuasai oleh kekuatan oligarkis yang terdiri dari orang-orang terkaya di republik dan dengan modal kekayaan yang dimiliki, mereka menggandeng para elit politik untuk mengamankan dominasi ekonomi-politik mereka.

“Mereka masih bertahan saat Soeharto terguling dan lalu secara cerdik mampu menyesuaikan diri dengan aturan main baru di alam reformasi,” katanya.

Para penguasa negeri ini, katanya, berkarakteristik transnasional karena pada mereka punya koneksi dengan elit oligarkis pada level global. Mereka bukan hanya menguasai sumber-sumber ekonomi.

“Mereka tidak hanya menguasai sektor tambang, pengelolaan hutan, dan perbankan tetapi juga arena politik dan media-massa,” kata Nurul Huda sambil merinci beberaa orang yang disebutnya sebagai kekuatan oligarkis itu.

Pembiacara lainnya dalam diskusi FKGMNU itu antara lain Muhammad Nuruddin (Aliansi Petani Indonesia), Agnes Sri Purbasari (Sosen FIB UI), dan Ahmad Heryawan (Gubernur Jabar).

FKGMNU merupakan kepanjangan dari Forum Komunikasi Generasi Muda Nahdlatul Ulama. Kordinator Nasional FKGMNU Amsar Dulmanan dalam kesempatan itu mengatakan, kaum muda NU memandang perlu melaksanakan kajian dan introspeksi atas perubahan politik Indonesia saat ini, sehingga menjadi kekuatan kontrol atas penyalahgunaan kekuasaan yang terkanalisasikan pada intsitusi politik yang ada.

“Kekuatan civil society berfungsi sebagai penyeimbang dan pengotrol kekuasaan pemerintah atau kekuatan politik negara, karena negara telah dipergunakan sebagai alat kekuasaan dari kepentingan-kepentingan politik  pada jaringan atau korporatisme kekuasaan rezim yang menguasainya,” katanya. (A. Khoirul Anam)

Rabu, 04 Desember 2013

NU Malang Targetkan 350 Ribu Kartu NU

Permintaan untuk mendapat kartu tanda anggota NU (Kartanu) di Kabupaten Malang, Jawa Timur sangat tinggi. Setelah sukses tahap pertama yang mencapai 177 ribu Kartanu, pembuatan akan dilakukan untuk tahap kedua.

Ketua Tim Kartanu Kabupaten Malang, H. Imron Rosyadi Syarief mengatakan, antusias warga NU untuk mendapatkan Kartanu membuat panitia membuka tahap kedua di seluruh MWC NU.

Tahap kedua ini, kata dia, akan dimulai 5 Desember 2013 dengan target 180 ribu. Pembuatan dilakukan di seluruh MWC NU Kabupaten Malang.

“Dengan adanya Kartanu tahap kedua, target 350 ribu Kartanu di kabupaten Malang bisa tercapai,” ujar Wakil Sekretaris PCNU Kabupaten Malang ini.

H.Imron menjelaskan, manfaat dan pentingnya Kartanu bagi warga NU, diantaranya sebagai identitas Keluarga Besar NU sendiri juga dapat bermanfaat lainya. 

Salah satunya, kata dia, untuk pesyaratan beasiswa di perguruan tinggi NU di Malang. (Abdul Basyit/Abdullah Alawi)

Muslimat NU Protes Keras Pekan Kondom Nasional

Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa  memprotes keras terhadap pelaksanaan Pekan Kondom Nasional (PKN) yang merupakan program pemerintah.

menurutnya, PKN yang diselenggarakan bertepatan dengan peringatan Hari Aids sedunia yang jatuh pada 1 Desember sama dengan bencana sosial bagi negeri ini.

"Jika PKN ini diteruskan akan menjadi bencana baru bagi negeri yang ber-Pancasila, bertuhan dan beragama. apalagi di tengah usaha memperbaiki moral," ujar Khofifah di Jakarta, Senin (2/12/2013).

Ia menambahkan, PKN mendorong masyarakat untuk melakukan hubungan seks di luar nikah dengan membagikan kondom di ruang publik kepada masyarakat maupun remaja secara gratis.

"Jika ada pembagian kondom di jalan atau di tempat keramaian umum, lalu diterima oleh para remaja usia belasan tahun yang punya kecenderungan coba-coba, bisa saja terdorong melakukan seks bebas setelah mendapat kondom yang dibagi gratis secara terbuka," katanya.

Karena itu, Khofifah mendesak Kementerian Kesehatan mencabut program PKN dan melakukan permintaan maaf kepada publik karena telah mengambil keputusan yang membahayakan. 
Penolakan yang sama juga dilakukan oleh Ketua Lembaga Kesehatan PWNU DIY drg. H. Abdul Kadir yang menyatakan.

“Kita menolak keras program itu. Dalih yang ditamengkan Kemenkes mengandung ironi. Sebab, bagaimana pun juga, anggaran dalam jumlah yang tak sedikit itu bisa lebih bermanfaat jika diperuntukkan misalnya untuk program yang bisa mendatangkan kemashlahatan yang lebih nyata, misalnya untuk layanan kesehatan bagi masyarakat tak mampu, pendidikan dan lain sebagainya.”

Kadir juga menyebutkan bahwa, secara logika saja, sesungguhnya keputusan Kemenkes dan KPAN itu sudah cacat. Betapa tidak. Kita semua tentu sudah tahu fungsi kegunaan kondom, lantas mengapa kemudian alat itu diberikan kepada mereka belum memiliki kewenangan untuk menggunakannya?

“Atas dasar logika apa Kemenkes dan KPAN mengeluarkan kebijakan yang tak bijak itu? Naif sekali jika dasarnya adalah pencegahan HIV dan AIDS. Sebab, jika memang dasarnya pencegahan penularan HIV dan AIDS yang salah satu cara penularannya adalah dengan hubungan badan suami istri, lantas mengapa diberikan kepada mereka yang belum waktunya melakukan hubungan sedemikian?” tanya Kadir.

Kendati demikian, Kadir menegaskan bahwa Lembaga Kesehatan PWNU DIY yang sejak periode 2006-2011 lalu hingga kini masih terus mendukung upaya pencegahan HIV dan AIDS, tapi tidak dalam cara-cara yang justru ambigu seperti ini.

“Sosialisasi yang mendidik jauh lebih penting,” ujar Kadir. “Secara logika, HIV dan AIDS sendiri sesungguhnya sudah menjadi alat pencegah bagi penularannya. Artinya, keberadaan HIV dan AIDS yang masih menjadi momok bagi sebagian orang sesungguhnya bisa membuat orang untuk bertindak lebih hati-hati terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakatnya.”

Dalam kesempatan terpisah, KH M Habib Abdus Syakur, M.Ag, Ketua Rabithah Ma’had Islami PWNU DIY, juga menyayangkan keputusan Kemenkes yang ia sebut kurang bijak tersebut.

Dihubungi melalui telepon, 2 Desember 2013, Habib menyatakan, “Keputusan itu justru akan menimbulkan madlarat yang lebih besar ketimbang manfaatnya. Dan terkait perkara seperti ini, ada kaidah ushul fiqh dalam Islam yang menegaskan bahwa, ‘dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih’ yang artinya, pencegahan kerusakan lebih utama atau didahulukan dibandingkan dengan pengambilan manfaat.”

Dalam hal ini, Habib menambahkan bahwa kaidah ushul fiqh yang ia ungkapkan di atas bisa dipahami dalam bingkai bahwasanya pencegahan potensi munculnya perilaku seks bebas, akibat penyalahgunaan kondom yang dibagi-bagikan secara gratis tersebut, harus lebih diutamakan ketimbang manfaat pembendungan penyebaran atau penularan HIV dan AIDS.

“Kalau dipikir-pikir, anggaran kondom gratis yang mencapai angka milyaran itu tentu bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi kebutuhan-kebutuhan riil lain di masyarakat, seperti pelayanan pendidikan keagamaan, misalnya pesantren yang nyata-nyata dapat menanggulangi merebaknya HIV dan AIDS,” pungkas Habib. (mukafi niam/ yusuf anas)

Kiai Hasyim Muzadi Usulkan Standardisasi Jilbab Polwan

Rois Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mendesak Kepolisisan Republik Indonesia (Polri) untuk menetapkan standardisasi jilbab bagi anggota polisi wanita. Standardisasi jilbab polwan ini dimaksudkan untuk menutup polemik di tengah masyarakat.

Penggunaan jilbab yang diseragamkan akan jauh lebih aman karena jika berupa perintah atau larangan justru bisa menimbulkan polemik. Bahkan polemik itu bisa melebar menjadi masalah politik.

“Padahal urusannya cuma kerudung,” kata Kiai Hasyim di Auditorium Graha Widyatama Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa (3/12).

Jilbab yang ingin pakai harus ada standarnya, itu yang benar, ujar Kiai Hasyim.

Selain itu, Polri sebaiknya memberikan kebebasan bagi anggotanya untuk mengenakan jilbab saat bertugas. Kebebasan itu, sambung Kiai Hasyim, sangat logis. Anggota polwan yang memilih mengenakan jilbab dipersilakan. Bagi yang tidak ingin, polwan bersangkutan tidak perlu ditindak. 

Artinya, polwan  yang tidak ingin mengenakan jilbab tidak perlu disalahkan. “Polwan tidak pakai jilbab, ya jangan disalahkan karena nggak pakai. Cuma, jangan instruksi atau larangan,” tegasnya. (Ibnu Muslih/Alhafiz K)

Kiai Ma’ruf Amin Pertanyakan Penundaan Jilbab Polwan

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma’ruf Amin mempertanyakan ihwal penundaan dikeluarkannya ketentuan resmi mengenai jilbab bagi polisi wanita (polwan) muslimah.

“Saya belum tahu tentang alasan penundaan. Kalau alasannya sedang mencari model yang seragam enggak masalah tapi kalau faktor lain kemudian membatalkan tentu jadi masalah yang serius,” kata Kiai Ma’ruf di kantor MUI jalan Proklamasi Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/12).

Ia menilai, penggunaan jilbab dewasa ini merupakan kebutuhan masyarakat. Kesadaran itu sangat memberikan dampak positif. Artinya, masyarakat telah sadar ingin lebih baik dalam berpakaian.

Kiai Ma’ruf menuturkan bahwa mengenakan jilbab bisa dikatakan bagian keinginan masyarakat. Ia menyarankan agar kebijakan itu segera diimplementasikan. “Kalau tidak, rasanya tidak etis,” tegas Kiai Ma’ruf.

Ia mengaku senang karena semakin banyak wanita yang telah mengenakan jilbab. Di samping menunjukkan kesadaran terhadap perintah menutup aurat, hal ini juga memberikan keuntungan bagi penjual jilbab. (Ibnu Muslih/Alhafiz K)

Politisi NU Lintas Partai Deklarasikan “ForsiNU”

Para kader NU yang terlibat di berbagai partai politik mendeklarasikan terbentuknya Forum Silaturrahim Politisi Nahdlatul Ulama atau disebut “ForsiNU” di aula PBNU, lantai 8, Jalan Kramat Raya 164,  Jakarta, Rabu (4/12) siang.

Salah seorang penggagas wadah ini, Lily Chadijah Wahid mengatakan, pasca deklarasi Kembali ke Khittah sebagai jam’iyyah diniyah ijtimi’iyah (organisasi sosial-keagamaan), aspirasi politik NU kemudian terdiaspora ke banyak tempat. 

“Mereka berjuang dari banyak tempat dan dengan berbagai alat. Untuk kemudian bertemu di Nu sebagai ruang pengkhidmatan melalui komitmen, partisipasi, dan sharing program,” ujarnya saat membacakan naskah deklarasi ForsiNU. Lily menggagas organisasi baru ini bersama Effendi Choiri.

Hadir dalam kesempatan ini Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali, Ketua PBNU H Arvin Hakim Thoha dan politisi NU lintas partai politik. Deklarasi ForsiNU mengatasnamakan eksponen kader NU yang tergabung dalam Partai NasDem, PKB, PKS, PDI-P, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai Hanura, PBB, dan PKPI.

As’ad mengaku menyambut baik kehadiran ForsiNU yang diharapkan menjadi salah satu kekuatan NU di bidang politik, selain kekuatan NU lain dari kalangan pesantren, birokrat, saudagar, dan akademisi. Para politisi NU ini, katanya, harus berkomitmen memperjuangan aspirasi NU di pemerintahan.

“Perbedaan politik di NU itu sudah biasa. Habis gegeran, ya ger-geran,” selorohnya dalam peluncuran ForsiNU bertajuk "Implementasi Khittah NU 1926 dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” ini.

“Ini merupakan langkah strategis untuk menjadikan pikiran-pikiran NU agar menjadi mainstream di Senayan,” kata politisi Golkar, Mujib Rahmat, saat testimoni perkenalan. Abdul Fatah dari PKPI juga berharap, ForsiNU mampu merealisasikan nilai-nilai Pancasila.

Selepas acara, Effendi Choiri berencana pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan konsolidasi secara nasional. Dia berharap ForsiNu dapat juga berdiri di daerah-daerah. (Mahbib)

Minggu, 01 Desember 2013

PCNU Sumenep Tuntut Realisasi APBD Pro Rakyat

Menjelang pembahasan APBD 2014, Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep menyoroti kinerja DPRD kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Pasalnya, realisasi APBD pro-rakyat selama ini dirasa belum terbukti secara nyata.

Demikian ditegaskan Ketua PCNU Sumenep K Pandji Taufik, Sabtu (30/11). Pihaknya menyatakan tidak bangga ketika ada anggota dewan yang membawa proyek kepada masyarakat.

"Saya lebih bangga manakala anggota dewan lebih serius dan mendalam bagaimana APBD betul-betul memihak kepada masyarakat," tekan mantan Ketua Yayasan Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep ini.

Karenanya, Kiai Pandji menganjurkan anggota dewan sebaiknya belajar metode pembahasan APBD kepada pihak yang lebih tahu. Menurutnya, tidak jarang anggota dewan justru hanya ikut-ikutan dalam proses penganggaran. Akibatnya, produk pengganggaran sering kali menjiplak tahun-tahun sebelumnya.

Lebih dari itu, transparansi pembahasan APBD juga dilakukan dan diketahui publik. Selama ini, diakui hal itu belum dilakukan. Yang tampak hanyalah kinerja anggota dewan yang sifatnya formalitas.

Jika masyarakat tahu tentang peruntukan APBD yang selama ini masih belum berpihak kepada rakyat, maka publik akan ikut membedah dan memperbaiki, tukasnya. 

Sementara itu, anggota DPRD Sumenep Darul Hasyim Fath menyatakan, memang RAPBD sejatinya menjadi tempat untuk mewujudkan harapan keadilan dan kesejahteraan. Proporsi belanja langsung untuk agenda rutin yang dijalankan birokrasi memang perlu diseimbangkan dengan belanja kerakyatan.

"Memang seharusnya berimbang dengan kebutuhan masyarakat, agar mereka mendapatkan keadilan dan kesejahteraan," tandasnya. (Hairul Anam/Alhafiz K)

PCNU Pamekasan Tolak Pekan Kondom Nasional

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan menolak "Pekan Kondom Nasional" yang digagas Kemenkes bersama KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional) serta DKT Indonesia. Gagasan itu dimaksudkan untuk menandai hari AIDS sedunia yang jatuh 1 Desember sebagai peringatan akan penyakit berbahaya yang belum ditemukan obatnya.

"Dan kami secara tegas menolak program yang tidak bernafaskan Islam dan jauh dari kedaulatan bangsa itu," tegas Ketua PCNU Pamekasan KH Abdul Ghofar melalui sekretarisnya, KH Abdurrahman Abbas saat dihubungi NU Online, Ahad (1/12).

Kabarnya, per 1-7 Desember ini pemerintah akan membagikan kondom gratis kepada pekerja seks dan pelanggannya, generasi muda, kaum gay, dan waria.

Mereka (Kemenkes, KPAN, DKT) pikir bahwa membagi-bagikan kondom gratis pada "kelompok resiko tinggi penularan AIDS" bisa menyetop AIDS. Kebijakan itu sama sekali tidak beradab, terangnya.

Langkah pemerintah itu bakal memunculkan logika berpikir salah dan menyesatkan. Yaitu, "anda boleh seks bebas, asal pake kondom".

Padahal, penyebaran AIDS terbesar jelas-jelas melalui hubungan seks bebas. Kebijakan pemerintah itu bukan malah memperbaiki perilaku nista maksiat yang menyebabkan penularan AIDS, tetapi justru mensponsorinya dengan memberi kondom gratis.

Islam melarang pemeluknya mendekati zina. Pemerintah malah mensponsori untuk berzina. Bagaimana nantinya remaja yang disasar Pekan Kondom Nasional ini? Tak menutup kemungkinan, mereka akan berpikir seks bebas bakal aman bila pakai kondom, tekannya.

Secara medis dan secara Islam, Pekan Kondom Nasional ditegaskan sangat menyesatkan. Karenanya, wajib ditolak semua kalangan. (Hairul Anam/Alhafiz K)

Senin, 25 November 2013

Bersama Habib Syech, Ribuan Warga Teriakkan "NU!"



Salah satu lirik shalawat yang  kerap dibawakan Habib Syech As-Segaf adalah Selawat Nahdliyin (NU). Dalam senandung yang sebagian menggunakan bahasa jawa tersebut, hampir di setiap ujungnya terucap kata “NU”.

Siapa pun yang hanyut dalam untaian Selawat Nahdliyin akan bersemangat untuk mengikuti kata di setiap akhir baitnya. Hal seperti ini juga terdapat dalam acara “Cirebon Bershalawat”. Ribuan orang bersama-sama meneriakkan kata "NU" pada acara yang dihelat dalam rangka memperingati haul Sunan Gunung Jati di Alun-alun Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (23/11) malam, itu.

Berikut di antara penggalan lirik yang dilantunkan Habib Syech dan diteruskan penuh semangat oleh ribuan warga Cirebon.

“Tahun 26 lahire ...”

“NU!”

“Ijo-ijo benderane ... “

“NU!”

“Gambar jagat simbole ...”

“NU!”

“Bintang songo lambange...”
“NU!,” teriak warga Cirebon berulang kali.

Acara yang dihadiri Habib Luthfi Bin Yahya, Habib Muthohar, serta Menteri BUMN Dahlan Iskan, ini juga diramaikan ratusan bendera NU dan badan otonon lainnya, seperti GP Ansor, IPNU, IPPNU, Fatayat, Muslimat, hingga PMII.

“Jelas, kami merasakan aura lain yang menjadikan kami semakin mencintai NU. Insyaallah, ribuan masyarakat yang hadir pun merasakan hal yang sama,” ungkap Wahyono, Ketua PC IPNU Kabupaten Cirebon yang juga turut hadir di tengah lautan manusia.

Meskipun hujan besar mengguyur di sepanjang acara, para pengunjung tampak tetap antusias mengikuti acara gema selawat yang terselenggara atas kerja sama Pemerintah Kota Cirebon dan Majelis Taklim An-Nadwah ini. (Sobih Adnan/Mahbib)

Jihad Terbesar Melawan Korupsi dan Ketidakadilan

Momentum Hari Pahlawan dan Resolusi Jihad harus dijadikan refleksi bersama seluruh elemen bangsa untuk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia pada konteks kekinian. Semangat para ulama mempertahankan kemerdekaan dengan menggulirkan resolusi jihad pada 22 September 1945 silam harus dilanjutkan sesuai kebutuhan saat ini.

Pengasuh  Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahudin Wahid mengatakan, peristiwa Resolusi Jihad menunjukkan pesan penting bahwa untuk mendirikan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia diperlukan pengorbanan, baik harta maupun nyawa.Perjuangan para ulama mempertahankan kemerdekaan RI dengan menggulirkan fatwa resolusi jihad menjadi keharusan untuk dilanjutkan. 

Menurut Gus Sholah, dalam konteks kebangsaan saat ini, untuk melanjutkan perjuangan para ulama tentu saja bentuknya berbeda dengan masa kemerdekaan Indonesia 68 tahun silam. Pada konteks kekinian, jihad untuk bangsa Indonesia tidak perlu dilakukan dengan mengangkat senjata untuk berperang dengan negara lain. 

Namun, ujar dia, untuk memaknai resolusi jihad dan melanjutkan perjuangan para ulama, jihad terbesar untuk bangsa Indonesia pada saat ini adalah jihad melawan penjajahan dalam dimensi lain. "Jihad terbesar saat ini adalah melawan korupsi dan ketidakadilan," kata Gus Sholah, di sela-sela acara pembukaan Peringatan Resolusi Jihad bertajuk “Napak Tilas Resolusi Jihad NU dalam Pertempuran Bersejarah 10 November 1945”, di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Ahad (24/11/2013) pagi.

Gus Sholah menandaskan, resolusi Jihad yang digulirkan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 1945 yang memantik perjuangan heroik melawan upaya pendudukan kembali Belanda dan tentara sekutunya tidak cukup hanya diperingati. Yang lebih penting, ujar dia, adalah mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. "Tidak cukup hanya diperingati. Kita harus melakukan sesuatu untuk mengisi kemerdekaan," tandasnya.

Sementara itu, memperingati Resolusi Jihad KH Asy'ari 1945, sekitar 3000 orang mengikuti acara ngonthel bareng dalam acara bertajuk “Napak Tilas Resolusi Jihad NU dalam Pertempuran Bersejarah 10 November 1945”. Dimulai dari Pondok Pesantren Tebuireng, tempat kediaman Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari, mereka bergerak mulai pukul 06.00 WIB ke Surabaya menuju Kantor PCNU Surabaya di Jalan Bubutan. 

Tempat itu, merupakan tempat berkumpulnya para kiai NU 68 tahun silam untuk membahas kedatangan kembali tentara Sekutu. Pertemuan tersebut akhirnya melahirkan fatwa Resolusi Jihad. "Pondok Tebuireng ini menjadi start napak tilas peringatan resolusi jihad. Kenapa di Tebuireng? Sebab dari sinilah embrio resolusi jihad yang menjadi pemantik perjuangan pada 10 November 1945 di Surabaya," kata Minan Rohman, Ketua Panitia Lokal napak tilas peringatan Resolusi Jihad. (Syaifullah/Abdullah Alawi)

Selasa, 19 November 2013

LDNU: Dakwah Berakhlak, Tak Menghujat Orang Lain

Hal paling pokok bagi Nahdlatul Ulama dalam berdakwah adalah akhlakuqul karimah. Selain diyakini sebagai kunci keberhasilan, akhlak tak menyudutkan orang atau kelompok lain sehingga memicu permusuhan.
“Bukan modelnya NU menghujat orang lain. Bukan modelnya NU membid’ah-bid’ahkan orang lain. Bukan modelnya NU mengkafir-kafirkan orang lain. Memangnya kita Tuhan? Kok bisa mengkafirkan orang lain,” tutur Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Dakwah NU (LDNU) H Nurul Yakin Ishaq di Jakarta, Selasa (4/6).
Yakin memberi sambutan kepada 201 Nahdliyin ranting Slarang Lor, Dukuhwaru, Tegal, Jawa Tengah, yang bersilaturahim ke kantor PBNU. Dalam kesempatan itu, dia mengimbau warga NU untuk tidak mudah mengeluarkan vonis sesat kepada siapapun. Ajakan tersebut mengacu pada teladan para wali dan ulama NU di masa lalu.
Menurut Yakin, NU memiliki garis silsilah keilmuan yang jelas, baik di bidang akidah, fiqih, maupun tasawuf. Dalam khazanah ajaran Ahlussunah wal Jamaah, umat ditekankan menganut prinsip moderat dan toleran.
Ditambahkan, NU tak hanya menghormati semua orang, bahkan yang sudah mati sekalipun. “Jangankan masih hidup, yang sudah mati saja kita hormati. Makanya ada Yasinan, tahlil, doa bersama,” katanya.

Pedang Raja Pertama Saudi Arabia Terjual 1 Juta Euro

Pedang bersejarah pemberian pendiri Arab Saudi, Raja Abdul Aziz, terjual di rumah lelang Prancis seharga hampir satu juta euro.

Pedang itu diberikan kepada keluarga kerajaan Afghanistan sebagai simbol persahabatan antara dua negara, seperti dilaporkan oleh BBC.

Pedang itu dihiasi emas dan kepala singa serta tulisan Allah.

Namun arti penting pedang itu adalah sejarahnya, menurut rumah lelang Ostenat.

Raja Abdul Aziz memberikan pedang itu kepada Pangeran Ahmad Shah Khan di Afghanistan untuk menandai pendirian kerajaan pada tanggal 5 Mei 1932.

Pedang -yang diperkirakan berasal dari Suriah pada abad ke-19- dengan panjang 79 centimeter itu kemudian dijual ke kolektor Prancis.

Lelang pedang itu menarik banyak minat dari para kolektor di Timur Tengah, kata rumah lelang Osenat.

"Simbolisme pedang itu penting bagi negara-negara Arab," kata Jean-Christophe Chataignier dari Osenat.

"Memberikan hadiah pedang merupakan tanda pesahabatan, kesetiaan, dan saling melindungi," kata Christophe Chataignier.

Pembeli baru pedang itu melakukan penawaran lewat telepon dan tidak ingin disebutkan namanya.(mukafi niam)

Minggu, 10 November 2013

Prof KHR Fathurrahman Kafrawi, Menteri Agama Kedua dari NU

Dari beberapa nama para tokoh Nahdlatul Ulama (NU), yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama (Menag), mungkin orang inilah yang dapat dikatakan paling singkat menjabatnya.

Tercatat di daftar nama-nama Menteri Agama, Prof. K.H.R. Fathurrahman Kafrawi, pernah menjabat sebagai Menag selama kurang lebih sepuluh bulan (2 Oktober 1946 - 26 Juli 1947). Jabatan tersebut diembannya dalam Kabinet Syahrir III, dimana ia menggantikan Menag sebelumnya, H.M Rasjidi. Sebagai orang NU, dia juga orang yang kedua menjabat Menag, setelah KH Wahid Hasyim.

Meskipun cukup singkat, namun Fathurrahman dapat membenahi struktur organisasi di kementerian yang ia pimpin. Selain itu, ia juga memperbaiki peraturan-peraturan yang terkait dengan Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk (NTR) yang ditetapkan dalam UU. No. 22 Tahun 1946. Di dalam peraturan tersebut, menertibkan posisi penghulu, modin, dan sebagainya.

Kebijakan lain, yang diambil pada masa Fathurrahman, yakni menyangkut pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Pada saat itu, mata pelajaran (mapel) agama memang telah berhasil dimasukkan ke sekolah-sekolah umum negeri dari tingkat Sekolah Rakyat hingga Sekolah Menengah Atas. Namun, pada kenyatannya nilai mapel agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas alias tidak dipentingkan. Setelah melalui proses, pada masa Fathurrahman ini, pendidikan agama dan budi pekerti akhirnya wajib diberikan di sekolah umum.

Kontribusi lain Fathurrahman ketika menjabat sebagai Menag, yakni tentang Maklumat Kementerian Agama No. 5 Tahun 1947. Keputusan ini muncul untuk menengahi permasalahan yang muncul setiap tahun, yakni tentang penetapan awal dan akhir Ramadhan. Fathurrahman menyadari hal tersebut, dan mengeluarkan kebijakan yang sampai sekarang masih rutin diselenggarakan oleh Kementerian Agama.

Selain pernah menjabat sebagai Menag, Fathurrahman yang lahir di Tuban (Jawa Timur) pada 10 Desember 1901, juga pernah menjadi Wakil Ketua Konstituante (1957-1959) dan anggota MPRS sebagai wakil Karya Ulama. Karirnya yang bagus di bidang politik itu diimbangi dengan karirnya yang beragam, seperti pendidikan dan sosial masyarakat.

Keragaman itu mungkin didapat dari latarbelakang kehidupan Fathurrahman yang juga penuh dengan warna. Meskipun lahir dari kalangan NU, yakni dari pasangan Kiai Kafrawi dan Aisyah, dirinya tak sungkan bergaul dengan teman dari aliran lain. Bahkan istrinya, Buchainah, berasal dari kalangan Muhammadiyah, meskipun setelah menikah dengannya kemudian bergabung menjadi pengurus Muslimat Yogyakarta.

Di kota Gudeg ini, namanya diabadikan sebagai salah satu nama gedung di sebuah kampus Islam swasta ternama. Ia dianggap telah berjasa merintis berdirinya kampus tersebut bersama tokoh NU lain, Prof. K.H.R. Muhammad Adnan. Di kurun waktu itu pula, ia berhasil merintis lahirnya Perpustakaan Islam dan Poliklinik NU di Yogyakarta.

Pribadi Sederhana nan Moderat

Dalam mengenyam pendidikan, Fathurrahman selain pernah nyantri di Jamsaren Solo, juga pernah merasakan pendidikan di Makah dan Mesir (sepuluh tahun). Sewaktu di Al-Azhar Mesir, ia aktif dalam berbagai kelompok mahasiswa Indonesia di Mesir, di antaranya adalah Jamaah al-Khairiyah al-Talabiyah al-Azhariyah al-Jawiyah. Di organisasi itu ia pernah menjadi ketua.

Usai belajar di Mesir, dia melanjutkan pendidikan di Leiden Belanda. Kemudian, selama satu tahun ia belajar di Prancis dan Inggris. Maka tak heran, kalau Fathurrahman dikenal menguasai berbagai macam bahasa asing.

Namun, dari ketinggian derajat pendidikan yang ia dapatkan tak membuat ia menjadi besar hati. Dia dikenal sebagai figur yang sederhana dan dekat dengan rakyat kecil. Salah seorang putranya menceritakan bahwa jika pulang dari sidang-sidang MPRS, ayahnya selalu ikut kereta api dan menyempatkan diri berbincang-bincang dengan penumpang lainnya, menyangkut masalah-masalah sosial.

Di samping itu ia juga dikenal sebagai pribadi yang menghargai perbedaan pendapat, bahkan dari berbeda agama sekalipun. Seringkali seorang pastor datang ke rumahnya untuk membicarakan masalah sosial keagamaan.

Fathurrahman Kafrawi, menghembuskan nafas terakhirnya pada 2 September 1969, pada usia 68 tahun. Ia dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta. Ia meninggalkan seorang istri, Buchainah binti Hisyam, serta lima orang anak : Salladin, Latifah Hanum, Kamal Hidayat, Djalaluddin Fuad, dan Liliek Amalia. (Ajie Najmuddin/Red: Mahbib)

Mbah Subkhi, Kiai Bambu Runcing

KH Syaifuddin Zuhri mengisahkan: “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung penganten sundoro Sumbing..... Diantaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH Masykur.
“Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di bawah pimpinan Bung Tomo,  “Barisan Banteng” di bawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman, “Laskar Pesindo” dibawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan-badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan……”.
KH Saefudin Zuhri, mantan Menteri agama itu mengantar sendiri KH.A.Wahid Hasyim,KH.Zainul Arifin dan beberapa petinggi negara untuk datang ke Parakan. Mengapa ke Parakan?
Parakan terkenal dengan kota bambu runcingnya yang ampuh. Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang pakai rakyat dalam melawan penjajah.
Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah di gunakan.  Menurut sumber sejarah pada masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para anak-anak, remaja dan pemuda dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk latihan antara lain senjata bambu runcing. 
Namun sebelum bambu runcing digunakan, para santri dan pejuang terlebih dahulu meminta berkah doa dari kiai di Parakan, terutama kiai Subkhi.  Tidak banyak cerita mengenai doa apa yang di bacakan oleh Kiai Subkhi. Namun bambu runcing Parakan menjadi senjata utama sebelum para pejuang berhasil merampas senjata milik tentara penjajah.
Dan ketika sudah ribuan pejuang yang datang ke Parakan menemui Kiai Subkhi utuk mencium jemari tangannya dan meminta do’a, Kiai Subkhi malah bertanya “mengapa tidak datang kepada Kiai Dalhar,Kiai Hasbullah dan Kiai Siraj?
Mbah Subkhi, putra salah anggota pasukan Diponegoro yang kemudian berjuang dan menetap di daerah Parakanadalah kiai yang sangat sederhana dan rendah hati.  KH.Saifudin Zuhri dalam bukunya berangkat dari Pesantren bercerita, “KH Wahid Hasyim, KH Zainul Arifin dan KH Masykur pernah juga mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, KH Subeki menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam itu.
“Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan mangatakan bahwa apa yang dilakukannnya sudah benar.” (Ahmad Muzan-Wonosobo)

Sabtu, 02 November 2013

tawasuth-i’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahi munkar.

Khittah NU dan Sikap kemasyarakatan
Dasar-dasar sikap kemasyarakat NU ada empa, yaitu: tawasuth-i’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahi munkar.
Tawasuth dan I’tidal
Sikap teguh yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah hidup bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).
Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan, baik dalam masalah keagamaan, terutama dalam hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, dan dalam masalah khilafiyah itu sendiri, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
Tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah, menyerasikan kepada Allah Swt., khidmah sesama manusia, serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan (diambil dari Keputusan Muktamar NU XXVII di Situbondo tahun 1984, komisi II tentang Khittah dan organisasi bagian 4).

Jumat, 01 November 2013

Islam Nusantara, Alternatif Baru Kiblat Dunia Islam

Islam nusantara sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam perjalanan peradaban dunia islam, sebab sejarah telah membuktikan bahwa ulama-ulama Nusantara mampu menembus pusat Islam yang ada di Mekkah.

Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta berkomitmen melanjutkan perjalanan para ulama nusantara dengan membentuk Pascasarjana Program Magister Prodi Sejarah Kebudayaan Islam dengan Konsentrasi Islam Nusantara.

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pascasarjana Program Magister STAINU Jakarta, Prof. DR. Ishom Yusqi, MA di Pesantren Ats-Tsaqafah, Ciganjur Jakarta, Jum`at (1/11)

Dalam kesempatan itu Prof. Ishom menyebutkan paling tidak ada empat point penting yang membuat Islam Nusantara perlu digemakan, ia memulainya dengan kondisi Timur Tengah yang saat ini dilanda konflik.

“Timur Tengah sedang dilanda krisis politik, kita tidak bisa mengandalkan Timur Tengah, Iran? Iran belum sepenuhnya diterima masyarakat Islam dunia, nah Islam Nusantara ini diharapkan bisa menjadi inspirasi dan mampu menjadi alternatif kiblat dan kebanggaan dunia Islam, Mesir itu Negara Islam paling produktif menulis dibandingkan yang lain, kalau konfliknya tidak selesai apa lagi sampai hancur-hancuran, habis peradaban Islam itu,” tegasnya

Kedua, lanjut Prof. Ishom, saat ini organisasi transnasional sudah mulai tumbuh dan berkembang, jika hal ini tidak dibendung dampaknya adalah akan mengikis habis nilai-nilai kenusantaraan yang sudah ditanam oleh para pendiri bangsa Indonesia.

“Dulu ada transnasional di Indonesia, PKI (Partai Komunis Indonesia), tapi kemudian saat itu bergejolak, nah sekarang ada HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang sudah masuk ke lapisan masyarakat bawah sampai atas, melalui halaqah-halaqah, masuk ke sekolah-sekolah dan kampus, buku, demokrasi itu sistem kafir, taghut dan seterusnya, padahal ulama nusantara sudah sepakat bahwa Indonesia itu tidak perlu daarul islam, tapi darusalam,” imbuhnya

Selain HTI, Prof. Ishom pun menyebut Ikhwanul Muslimin yang sudah masuk ke Indonesia dengan “chasing” yang berbeda, hal ini dapat dilihat dari referensi atau bacaan wajib mereka, yaitu bukuMa’tsurat-nya Hasan Al-Bana.

Selanjutnya Prof. Ishom menyebutkan point ketiga pada unsur empat pilar (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945) yang saat ini berada dalam ancaman kelompok yang hendak membuang dan menggantinya dengan ideologi dan ajaran yang dibawa oleh mereka.

Terakhir, Prof. Ishom menyebutkan ciri-ciri dan Islam Nusantara, yaitu Keindonesiaan, Keislaman dan Keaswajaan dengan prinsip attasamuh, attawasuth, al-I’tidal dan attawazun.

“Islam Nusantara itu orang Indonesia yang beragama Islam, Identitas Indonesianya ditunjukan, jangan kemudian belajar ke Arab, Yaman, Pakistan dan lainnya, Indonesianya jadi hilang, kalau tinggalnya disana ya tidak apa-apa, tapi kalau KTP-nya masih Indonesia ya tidak bisa, tidak bisa meng-Arab-kan Indonesia, Me-Yaman-kan Indonesia atau mem-Pakistan-kan Indonesia, jadi mesti meng-Indonesia. Begitu juga sebaliknya, jangan kemudian pulang dari Inggris atau Eropa disini cium pipi kanan-kiri, dan sebagainya” ungkapnya

Untuk itu Islam nusantara ini mesti bangkit dan terus dikaji, Prof. Ishom pun mengakui bahwa sebenarnya umat Islam Indonesia yang berkualitas dan produktif cukup banyak jumlahnya, namun kendala yang dihadapi adalah Bahasa Indonesia tidak diakui PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai bahasa Internasional, berbeda dengan Bahasa Arab yang diakui oleh PBB sebagai bahasa Internasional, namun kendala itu tidak terlalu mengganggu untuk membangkitkan Islam Nusantara ini. (Aiz Luthfi/Anam)

Istighotsah, Sarana Serap Aspirasi dan Pererat Silaturahmi

Dalam rangka untuk mempererat ikatan silaturahim diantara pengurus dan Nahdliyin, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur secara istiqomah menggelar istighotsah. Tidak hanya di kantor NU, istighotsah ini juga dilakukan di rumah tokoh masyarakat di masing-masing ranting.

Ketua Tanfidziyah MWCNU Kecamatan Lumbang Suparman kepada NU Online, Jumat (1/11) mengungkapkan bahwa saat ini sudah banyak paham-paham baru di luar NU dan bertentangan dengan akidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Hal ini tentunya menjadi sebuah ancaman besar bagi kebersamaan warga NU.

”Menyikapi hal itu, maka MWCNU Kecamatan Lumbang semakin mendekatkan diri kepada masyarakat melalui kegiatan istighotsah. Melalui istighotsah ini, maka diharapkan akan semakin mempererat dan memperkokoh jalinan ikatan silaturahim di antara sesama pengurus NU dan warga Nahdliyin. Sehingga nantinya akan menumbuhkan rasa kebersamaan untuk bersama-sama membesarkan NU,” ungkapnuya.

Tidak hanya itu menurut Suparman, istighotsah juga dapat menjadi sebuah media untuk menyerap aspirasi Nahdliyin. “Dengan demikian NU tahu apa yang diharapkan oleh warganya. Sehingga nanti dapat dimasukkan sebagai program prioritas MWCNU Kecamatan Lumbang,” jelasnya.

Suparman menegaskan istighosah ini merupakan salah satu tradisi ulama NU yang harus terus dilestarikan. ”Jangan pernah meninggalkan tradisi-tradisi yang ada dan tetap berpedoman pada hal-hal yang telah dirumuskan oleh ulama NU. Sebab tradisi-tradisi ini merupakan simbol dan kekuatan untuk membesarkan NU di tengah-tengah masyarakat,” tegasnya.

Lebih lanjut Suparman menjelaskan istighotsah bertujuan untuk mengamalkan ajaran tradisi ulama NU Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan mendoakan masyarakat. “Istighotsah ini merupakan salah satu upaya yang kami lakukan untuk selalu melestarikan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh ulama NU,” pungkasnya. (Syamsul Akbar/Mahbib)

Kamis, 31 Oktober 2013

PBNU Gelar Dialog Publik Terkait Kisruh DPT

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar dialog publik, Kamis (31/10), terkait kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) menyusul penundaan penetapan daftar pemilih dari tanggal yang ditetapkan sebelumnya 23 Oktober 2013 serta temuan 14 juta daftar pemilih bermasalah.

Dialog yang diadakan di auditorium utama kantor PBNU, Jakarta Pusat dihadiri oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Malik, Anggota Bawaslu Daniel Zuhron, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, dan Koordinator JPPR M. Afifuddin.

Wakil Ketua Umum PBNU Kh As’ad Said Ali dalam sambutan pengantarnya mengatakan, kegiatan diadakan berdasarkan pengaduan dari masyarakat terkait kerawanan penyelenggarakan pemilu 2014 mendatang. Kerawanan ini terutama terkait DPT dan proses penghutungan suara.

“Forum ini bukan tandingan DPR. NU sebagai rumah besar ingin menampung semua,” kata As’ad.

PBNU mengingatkan bahwa penggunaan hak pilih merupakan bentuk partisipasi paling dasar dalam sistem demokrasi perwakilan yang sedang dikembangkan.

“Maka benar-benar harus diwaspadai kemungkinan hilangnya hak dan kesempatan warga untuk mengguakan hak pilihnya lantaran terkendala daftar pemilih yang tidak akurat,” kata As’ad.

Ditambahkan, KPU, Bawaslu dan Kemendagri perlu menggandeng pemangku kepentingan dari kalangan masyarakat sipil.

“Keterlibatan berbagai stakeholders ini penting untuk menjamin bahwa pemilu 2014 ini memang merupakan hajatan bersama untuk menghasilkan pemilu yang berkualitas,” tambahnya. (A. Khoirul Anam)

NU Diminta Bantu Pecahkan Masalah DPT

Daftar pemilih tetap (DPT) yang rencananya ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 4 November 2013 dinilai belum sepenuhnya valid dan akurat. Karena kompleksnya persoalan, proses pemutakhiran seyogianya melibatkan semua pihak, termasuk ormas Islam seperti NU.

Imbauan ini disampaikan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dalam “Dialog Mencari Solusi Kisruh DPT Bersama PBNU” di auditorium utama kantor PBNU, Jakarta, Kamis (31/10).

Hadir pula sebagai pembicara Ketua KPU Husni Kamil Malik, anggota Bawaslu Daniel Zuhron, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, dan Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin.

Menurut Irman, DPT bisa dikatakan benar-benar akurat ketika ada kesesuaian data antara Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Kemendagri dan DPT yang ditetapkan KPU. Sementara saat ini, ada sekitar 20,3 juta nama yang ada dalam DPT tapi tidak tercantum dalam DP4.

Irman menilai sejumlah kesalahan data ini “wajar”, mengingat banyaknya nama penduduk yang harus dicatat, luasnya wilayah Indonesia, dan kesiapan KPU yang tergolong singkat. Karena itu, kerja sama dari pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan.

Daniel Zuhron dalam kesempatan yang sama juga meminta PBNU berpartisipasi dalam upaya pemutakhiran DPT agar akurasi dan validitas data dapat dipertanggungjawabankan. “PBNU dan organisasi masyarakat lain perlu turut menangani jumlah DPT bermasalah yang begitu besar yang barang kali bisa disentuh dengan pendekatan sosio-kultural,” katanya.

Dalam sambutan pengantar, Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali menegaskan bahwa pemilu 2014 harus berjalan sukses. Sebagai masyarakat sipil, NU akan selalu mengawasi dan membantu karena hal ini menyangkut hak konstitusional warga dan legitimasi kepemimpinan.

“Kami juga meminta anak muda NU yang ada di Depdagri, KPU, agar dapat mengemban tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Selaku Ketua KPU, Husni Kamil lebih banyak menyoroti kesulitan-kesulitan teknis yang dihadapi KPU selama di lapangan. Menurut dia, persoalan akurasi DPT juga berhubungan dengan masalah kebudayaan masyarakat di daerah tertentu, yang tak dapat diselesaikan hanya mengandalkan variabel data administrasi.

“Saya berterima kasih, masalah yang menyangkut kedaulatan negara ini dapat difasilitasi PBNU sebagai organisasi terbesar di Indonesia,” tuturnya. (Mahbib Khoiron)

Pilkades di Kecamatan Didominasi Kader NU

Bursa pencalonan pemilihan kepala desa (pilkades) di 10 desa di Kecamatan Sale, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, didominasi para kader Nahdlatul Ulama. Hal ini dinilai wajar mengingat Nahdliyin di Rembang tergolong mayoritas.

Ketua Majelis Wakil Cabang NU (MWCNU) Sale Masyhudi, Selasa (31/10), mengatakan, pihaknya mendukung keinginan para kader untuk masuk di jajaran pemerintahan, termasuk di tingkat desa.

Warga Desa Ngading, Sale, ini juga menghormati bendahara MWCNU Sale, Mas’ud menjadi bakal calon tunggal kepala desa di Desa Tahunan.

Menurut Masyhudi, kader NU siap terjun mewarnai sepuluh desa tengah yang menggelar pilkades dari total 14 desa yang ada. Mereka menanggung beban tanggung jawab untuk berkhidmat dan menjalankan khittah NU.

Dia juga berpesan, para kader yang mencalonkan diri harus siap untuk menang ataupun kalah. Mereka juga dituntut untuk bisa menjadi panutan di daerah yang penduduknya 80 persen warga NU itu. (Ahmad Asmu’i/Mahbib)

Ulama Mesti Tahu Tingkat Pemahaman Umatnya

Pola penyebaran Islam di masa Wali Songo berjalan, salah satunya karena dengan model akulturasi dengan budaya lokal. Dengan cara tersebut, justru banyak masyarakat yang simpati dan kemudian memeluk Islam.

Model dakwah di atas menandakan, Wali Songo paham akan medan dakwah. Mereka juga tahu bagaimana cara yang efektif untuk memasukkan Islam, dengan pemahaman yang minim dari masyarakat terhadap Islam saat itu.

“Sebagai seorang pendidik harus bisa memahami tingkat pemikiran pendengarnya. Jadi cara mendidiknya juga dengan cara berbeda,” terang KH Ahmad Muwafiq, pada sebuah acara pengajian di Masjid Pesantren Al-Manshur Popongan Tegalgondo Wonosari Klaten, belum lama ini (27/10).

Kiai asal Lamongan tersebut mencontohkan ada di zaman sekarang, ada beberapa ulama yang menggunakan media musik, wayang, lagu pop religi, tembang Jawa sebagai alat untuk menyampaikan Islam. “Jadi cara apapun tidak masalah, yang penting tetap pada syariat,” tuturnya.

Menurutnya, sebagai seorang pendidik umat, ketika memberikan peringatan kepada umat ada baiknya dengan menggunakan cerita hikmah dan nasehat baik. “Tidak secara langsung melarang, menggunakan (vonis) bid'ah, masuk neraka,” imbuhnya. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)