Jumat, 05 Juli 2013

Wamenag: Mahasiswa NU Harus Kombinasikan Metode Hushuli dan Hudhuri


Wakil Menteri Agama Republik Indonesia  Prof. Dr. Nasarudin Umar, MA menekankan supaya metode yang digunakan mahasiswa NU dalam melakukan penelitian menggunakan metode  Hushuli dan Hudhuri. 

Salah seorang Mustasyar PBNU ini mengatakan hal itu pada peluncuran Program Pascasarjana Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Konsentrasi Islam Nusantara Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta, di gedung PBNU, Jakarta, Rabu malam (3/7). 

Metode husuli, kata dia, adalah yang memisahkan subjek ilmu pengetahuan ('alim) dan objek ilmu pengetahuan (ma'lum, “Metode Hushuli adalah metode yang mengandalkan logika,” katanya. 

Sedangkan metode hudhuri adalah metode yang tidak memisahkan antara objek dan subjek. Manusia sebagai subyek sudah dilengkapi dengan alat-alat kecerdasan internal yang memungkinkan dirinya untuk mengakses sesuatu yang amat dalam di dalam dirinya sendiri.

Aliran ini, kata dia, berkeyakinan segala sesuatu dapat diketahui melalui kemampuan pendalaman batin. “Semoga metode husuli dan huduri terkombinasi dan terpatri di dalam mahasiswa kita ini,” ujarnya.

Selain itu, Wamenaga juga menjelaskan bahwa pesantren adalah lembaga paling canggih dan banyak ditiru di luar negeri. Sistem pesantren menjadi sekolah unggulan di Inggris dan Australia. 

Peluncuran tersebut diisi dengan orasi ilmiah KH Said Aqil Siroj dengan judul, “Urgensi Kajian Islam Nusantara”. Hadir pada kesempatan itu sejumlah menteri, diantaranya Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmi Faisal Zaini, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid, Ketua STAINU Jakarta KH Mujib Qulyubi, serta pengurus PBNU, pengurus lembaga, lajnah, dan banom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar