Senin, 10 Juni 2013

Mustasyar: NU Jangan Terlalu Dekat dengan Parpol


Mendekati pemilu 2014, Nahdlatul Ulama diingatkan supaya selalu menjaga jarak dengan partai politik. NU tidak perlu terlalu jauh mengurusi politik praktis.

“Dulu NU pernah menjadi partai politik tetapi sekarang sudah kembali menjadi organisasi sosial, makanya jangan terlalu jauh dan jangan terlalu dekat dengan partai politik,” kata Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi saat menyampaikan tausiyah peringatan Isra’ Mi’raj dan harlah ke-90 NU yang diadakan MWCNU Kecamtan Kaliwungu Kudus Ahad siang (9/6).

Ulama kharismatik yang biasa disapa Mbah Sya’roni menyatakan sikap NU ini dalam rangka untuk menjaga khittah NU 1926. NU membolehkan warganya berpolitik namun atas nama pribadi bukan organisasi.

“Meski secara pribadi pun warga NU tidak boleh menggunakan organisasi untuk kepentingan politik,” tegasnya.

Sebagai organisasi sosial keagamaan, Mbah Sya’roni mengharapkan NU mampu mencetak kader ilmuwan yang berakhlakul karimah. 

“NU harus bisa  menjadikan sosok manusia yang terhormat,”katanya lagi.

Ia menjelaskan kriteria manusia terhormat adalah seseorang yang memiliki ilmu dan berakhlakul karimah.

“Orang alim tapi tidak sopan, tidak akan terhormat. Begitu pula, sopan tapi tidak berilmu juga tidak terhormat,” tandasnya seraya mengutip maqolah Arab.

Pengasuh pengajian tafsir Masjidil Aqsha Menara Kudus ini mengajak warga NU meniru sosok Imam Hanafi dan Sayyidina Ali bin Abi tholib yang berilmu tinggi. Mbah Sya’roni menceritakan Sayyidina Ali pernah membantu menjawab pertanyaan tantangan yang diajukan kaum Yahudi kepada Khalifah Umar bin Khattab. Pada waktu itu, tutur Mbah Sya’roni, kaum Yahudi melontarkan pertanyaan bila mampu menjawab mereka akan masuk Islam.

Kaum Yahudi mempertanyakan sesuatu yang tidak diduga Umar yakni gembok dan kuncinya langit apa, ada kuburan berjalan itu milik siapa, tidak jin atau manusia tapi bisa pidato itu siapa, ada 5 tidak punya  bapak dan ibu menyapu di bumi. Karena Umar tidak bisa menjawab, Ali diundang Abu Hurairah untuk mengatasi tantangan kaum Yahudi.

“Dengan lantang Ali menjawab satu per satu  gemboknya langit itu kemusyrikan karena orang mati musyrik tidak bisa naik. Kunci langit itu syahadatain karena mati membawa syahadat bisa naik amalnya, Kuburannya siapa, kuburan Nabi Yunus. Yang bisa pidato, semutnya nabi Sulaiman. Pertanyaan terakhir dijawab Adam, Hawa, untane Nabi Sholeh, kambing gibas yang buat kurban Nabi Ismail, dan ular mukjizatnya Nabi Musa,” tutur Mbah Sya’roni menceritakan.

Berangkat dari kecerdasan Sayyidina Ali dalam menjawab ini, rombongan kaum Yahudi ini akhirnya masuk Islam. “Dari cerita ini kita bisa mengambil hikmahnya, NU harus mencetak sosok seperti Sayyidina Ali yang ilmuwan dan berakhlakul karimah,” tandas Mbah Sya’roni.

Kegiatan ini dihadiri sedikitnya seribu warga NU yang memadati halaman Gedung MWC NU Desa Garung Lor Kaliwungu Kudus. Sebelumnya mereka berdoa dan tahlil bersama para ulama Kudus. Diantaranya yang hadir KH Choiroszad, Rais dan Katib Syuriah PCNU Kudus KH Ulil Albab Arwani dan KH Ahmadi Abdul Fatah, ketua PCNU Kudus KH Chusnan Ms serta pengurus MWC NU dan banomnya se-Kaliwungu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar