Sabtu, 10 Agustus 2013

Lebaran dan Ketupat

Ada beberapa tradisi penting yang tidak tampak dalam kebudayaan masyarakat Arab, yakni tradisi lebaran dan ketupat. Jika ada yang mengatakan ini bid’ah atau hal baru, memang benar namun bid’ah hasanah, hal baru yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pertama, istilah lebaran berasal dari bahasa Jawa "lebar" yang artinya bebas, selesai, atau rampung. Istilah ini merupakan pengalihbahasaan yang baik dan substansial dari istilah bahasa arab "idul fitri". Para ulama terdahulu sangat jitu dalam mengajarkan ajaran-ajaran inti Islam. Lebih dari sekedar alih bahasa, bahkan para ulama penyebar Islam memakai istilah lebaran untuk menerjemahkan "idul fitri" ke dalam tradisi setempat yang baik bahkan sesuai dengan ajaran inti Islam.
Setelah umat Islam menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh lalu ditambah zakat fitrah maka akan mendapatkan "idul fitri" atau biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih umum "kembali kepada kesucian".
Dijelaskan, bagi umat Islam yang telah menjalankan puasa dengan baik dan benar akan diampuni dosanya yang telah lalu bahkan dosa yang akan datang jika ia konsisten memelihara ibadah yang telah dijalaninya di bulan Ramadhan. Lalu zakat fitrah berupa 3,5 liter atau 2,5 kg beras atau berupa uang yang diperuntukkan bagi mereka yang mendapati malam lebaran dan mempunyai bersediaan makanan untuk esok hari adalah prasyarat agar umat Islam yang telah lebur dosanya itu agar kembali kepada kesucian, fitrah atai fitri, sebagaimana bayi yang baru lahir.
Nah, dosa-dosa yang diampuni barusan hanyalah dosa hamba dengan Tuhannya, tidak dengan sesama manusia. Dalam Islam, jika dosa yang telah dilakukan oleh manusia itu berkaitan dengan manusia lain, ada kewajiban untuk meminta maaf dan ampunan kepada sesama manusia dan merampungan persoalan keperdataan jika ada.
Di sinilah posisi lebaran. Para ulama penyebar Islam menambahkan, agar benar-benar idul fitri, lebaran, terbebas dari dosa-dosa, umat Islam harus mengujungi saudaranya untuk saling bermaaf-maafan dan menyelesaikan semua sengketa. Inilah yang menyebabkan tradisi lebaran begitu hidupnya di Indonesia. Selain memang, tradisi saling kunjung, saling merasa bersalah, basa basi, tukar menukar makanan, dan seterusnya telah akrab dijalani oleh bangsa Indonesia. Di Timur Tengah dan di beberapa negara yang dihuni umat Islam hari raya Idul Fitri tidak dipertingati dengan hal serupa, dengan kata lain tidak ada tradisi lebaran di sana.
Kedua, tradisi ketupat. Ketupat adalah sejenis lontong, yakni beras dalam balutan anyaman daun kelapa, lontar atau blarak yang direbus menjadi nasi liwet yang kempal. Orang Jawa dulu biasa membuat ketupat untuk keperluan mapag sri atau pesta panen padi. Ketupat sebagai bagian dari persembahan untuk dewi Sri yang empunya padi. Di beberapa tempat di dataran tinggi Jawa, ketupat ada dalam upacara kematian anak tersayang. Ketupat diberi bumbu secukupnya dan dibagikan kepada tetangga terdekat. Nah, para ulama pendahulu melestarikan tradisi ketupat ini dengan memasukkan ajaran inti Islam.
Pesta ketupat diadakan seminggu setelah lebaran. Dijelaskan, umat Islam yang menjalankan puasa sunat selama enam hari terhitung satu hari setelah lebaran maka ia akan mendapatkan pahala puasa selama satu tahun lamanya. Orang yang melaksanakan puasa enam hari ini tergolong mulia dan istimewa. Di saat umat Islam yang lain bersenang-senang dan melampiaskan dendamnya dengan memakan apa saja karena di siang hari bulan Ramadhan semua makanan dilarang, ia malah berpuasa. Nah sebagai penghargaan terhadap hamba mulia ini, pada hari kedelapan lebaran para ulama pendahulu menganjurkan umat Islam yang lain membuat ketupat dan membagi-bagikannya kepada tetangga terdekat dan menjadilah ketupat sebagai bagian dari tradisi lebaran.
Kenapa ketupat dan bukan lontong yang nikmatnya tidak jauh berbeda? Ketupat mempunyai keistimewaan yakni lebih tahan lama sehingga bisa dibagi-bagikan kepada tetangga dan sanak kerabat jauh sekalipun. Ketupat biasa mempunyai pasangan bernama lepet, yakni makanan dari ketan yang dibumbuhi kemudian dibalut dengan lontar dalam bentuk prisma segi tiga lonjong. Lepet berasal dari bahasa Jawa "lepat" yang artinya kesalahan. Membagi ketupat dan lepet adalah simbul salaing memaafkan segala kesalahan.
Demikianlah. Ada banyak usaha yang ditempuh oleh para ulama terdahulu untuk memasukkan ajaran-ajaran inti Islam -yang sesungguhnya tidak banyak berbeda dengan agama-agama lain- ke dalam tradisi yang telah berlaku, sembari secara perlahan memasukkan nilai-nilai Islam ke dalamnya. Bisa dilihat dalam tradisi selamatan, tingkeban, babaran, pasaran, pitonan, dan seterusnya.
Kita bersyukur, berbagai tradisi itu masih lestari dan menjadi bagian dari masyarakat sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar