Kamis, 01 Agustus 2013

Nasionalisme NU Bertumpu pada Nilai Pesantren

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H As’ad Said Ali menegaskan, rasa kebangsaan Nahdlatul Ulama tumbuh dan dilandasi nilai-nilai keagamaan pesantren. Hal inilah yang membedakan nasionalisme NU dengan nasionalisme sekuler.

Demikian disampaikan As’ad pada peluncuran Program Penguatan Aswaja Ikatan Pelajar NU (IPNU) di Jakarta, Kamis (18/7) petang. Acara yang dirangkai dengan bedah buku dan buka puasa bersama ini dihadiri penulis buku Ahmad Baso, Ketum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana NU (ISNU) Ali Masykur Musa, pengamat politik Marbawi A Katon, dan ratusan pelajar NU.

Menurut dia, salah satu pendiri NU KH Wahab Hasbullah mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan (kebangkitan Tanah Air) pada 1916 bukan atas dasar motivasi kosong. Keputusan tersebut didorong dan dijiwai oleh ajaran pesantren.

As’ad mengatakan, nasionalisme sekuler yang juga masih berkembang saat ini menolak pandangan ini. Menurut paham sekulerisme, agama dilarang masuk sama sekali ke dalam negara. “Nasionalisme Islam dan nasionalisme sekuler masih bertempur hingga sekarang,” ujarnya.

Demikian dalam hal toleransi. Penulis buku Negara Pancasila ini menilai, Indonesia cocok dengan toleransi ala NU yang menolak kebebasan mutlak dalam berekspresi tanpa mempertimbangkan nilai-nilai adat dan agama di Tanah Air.

“Liberasi yang diarahkan ke positif. Bukan negatif yang semata mengikuti Barat,” jelasnya.
As'ad optimis, NU tetap diminati dan berjaya di masa mendatang."Insyaallah hari lahir ke-100 NU akan tampil dengan wajah berseri dan gagah," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar