Kamis, 10 Oktober 2013

Nahdliyin Diimbau Tak Memvonis Sesat Kelompok Lain

Sebagai organisasi Islam yang memegang teguh prinsip tasammuh, NU tak diperkenankan melabeli kata ”sesat” atau ”kafir” kepada kelompok berbeda. Sikap ini sekaligus untuk menghindari kekerasan fisik akibat perselisihan paham.
Pandangan ini muncul dalam Bahtsul Masail Nasional yang digelar Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail NU (LBMNU) di Pondok Pesantren al-Ihya’ Ulumaddin Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah, 8-9 Mei 2013.
Katib Aam PBNU KH Malik Madani menegaskan, istilah sesat dan menyesatkan (dlallun mudlill) sah secara agama. Tapi warga NU harus berhati-hati menyematkannya kepada sejumlah kelompok agama di Indonesia.
”Karena ketika label itu dilekatkan kepada sebuah kelompok seakan-akan kita telah memberikan lampu hijau kepada kelompok-kelompok penggemar tindakan anarkis untuk menghakimi kelompok yang diberi labeldlallun mudlill,” ujarnya saat membuka forum Bahtsul Masail.
Kiai Malik lalu bercerita tentang kedatangan sejumlah warga NU ke kantor PBNU. Mereka meminta PBNU mengeluarkan vonis sesat kepada kelompok-kelompok yang selama ini menyudutkan NU. Kiai Malik didampingi kiai lainnya tidak mengabulkan permintaan ini karena khawatir justru akan menimbulkan mudarat.
”Maka PBNU menghindari hal ini. Paling banter adalah bahwa paham yang tadi disinggung (penyudut paham NU, red) adalah paham yang tidak sejalan dengan akidah Ahlusunnah wal Jamaah,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menjelaskan, konsekuensi vonis sesat dan kafir adalah penghalalan darah (ibahatud dam). Karena, menurut Imam al-Ghazali, status ini menjadi urusan syari’at yang menghakimi seseorang berada di neraka Jahannam selama-lamanya.
”Artinya, orang yang mengikuti paham Ahlussunah wal Jamaah itu tidak boleh saling mengkafirkan. Ahlussunah wal Jamaah tidak diperkenankan membalas pengkafiran itu dengan mengkafirkan mereka yang berbeda dengan kita semua,” pintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar