Kamis, 24 Oktober 2013

Pesantren yang Merawat Orang Gila

Berbeda dengan pesantren pada umumnya. Pesantren yang terletak di Jalan HOS Cokroaminoto Gg. 7 Kelurahan/Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo, Jawa Timur ini tidak hanya mengasuh santri untuk belajar, tetapi juga merawat orang gila.

Pesantren yang terkenal dengan nama Pesantren Pering ini telah berdiri sejak tahun 1992. Sejak tahun itu pula pesantren ini merawat dan berupaya menyembuhkan orang gila dengan jalan rohani.

Pering sendiri singkatan dari Persatuan Remaja Infarul Ghowayah dan didirikan oleh KH. Abdul Aziz yang merupakan alumni Pesantren Lasem, Jawa Tengah. Tercatat sebagai santri sejak tahun 1974 hingga 1991 atau sekitar 17 tahun menjadi santri di Pesantren Lasem tersebut.

Pada tahun 1992, Kiai Abdul Aziz pulang ke Kota Probolinggo dan mendirikan musholla yang seluruhnya terbuat dari bambu atau pring. Menurut kakak Almarhum, Triadi (57 th) yang saat ini menjadi salah satu Pengasuh Pesantren Pering tersebut, dulunya masyarakat sekitar kediaman Kiai Abdul Aziz banyak melakukan kemaksiatan, seperti mabuk, berjudi dan lain sebagainya.

“Adik saya ini pulang untuk memperbaiki akhlak dan kembali menjadi manusia yang patuh kepada agama sesuai ajaran ulama dan kaidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja, red),” ungkapnya kepada NU Online, Kamis (24/10).

Triadi menambahkan, pada awal pendiriannya pesantren ini banyak menimbulkan pro dan kontra. Akan tetapi berkat kegigihan dari Kiai Abdul Aziz, warga sekitar pesantren tersebut berangsur-angsur menerima.

“Adik saya itu berani pada kebenaran. Pertama kali mendirikan pesantren, banyak yang menentang. Karena memang dulunya kawasan sekitar pesantren banyak yang melakukan kemaksiatan,” jelasnya.

Setelah sepuluh tahun lebih berdiri, akhirnya masyarakat mulai menerima keberadaan pesantren ini. Sebab Kiai Abdul Aziz ini tidak hanya memberikan pelajaran pada santri yang saat itu masih berjumlah puluhan orang, tetapi juga mengajari ibu-ibu yang telah berumur lebih dari 40 tahun.

“Adik saya ini bahkan mengajari ibu-ibu mengaji mulai dari alif-alifan. Betapa minimnya ilmu agama di daerah sekitar pesantren pada waktu pertama kali didirikan,” tegasnya.

Tercatat dari tahun 1992 hingga 2000 jumlah santri di pesantren ini bertambah hingga mencapai seratusan orang. Sayangnya, saat pesantren ini mulai maju, Kiai Abdul Aziz meninggal dunia pada usia 45 tahun.

Meninggalnya Kiai Abdul Aziz menyisakan kehilangan yang sangat besar bagi pesantren tersebut. Hal ini terjadi karena tidak ada sosok yang dianggap mampu untuk menggantikan Kiai Abdul Aziz. (Syamsul Akbar/Anam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar